Minggu, 29 Oktober 2023

KOTBAH - KOTBAH

 1. MENGAPA SALIB

https://neksonministries.wordpress.com/2019/02/16/pemberitaan-tentang-salib-adalah-kekuatan-dan-hikmat-allah/

Bagi orang  percaya , Salib adalah hikmat dan kekuatan Allah  (I Kor 1:18). 



JPS , 30 Oktober 2023. 



2. RENDAH HATI

Kotbah Rm. Angga Indraswara,SJ


Sumber WAG _ Keluarga Besar Wela, diposting oleh Any

https://web.whatsapp.com/


******

3. COMPASSION

Kisah 2 orang  wisatawan  mampir di coffe  di Venisia Italia. 



JPS, 18 Juni 2024. 


4.    RAHMAT BAPTISAN      (Oleh:  Mgr. Kardinal Ignatius Suharyo,Pr)

https://www.youtube.com/shorts/VFZ8BuGXpmM

Ketika kita dibaptis , hidupnya dimasukkan , diikursetakan,  di dalam hidup Trinitaris  itu, dalam persekutuan Bapa, Putra dan Roh Kudus.   

Saya menggunakan  3 kata,  yaitu hominisasi, humanisasi, Difinisasi

 


Hominisasi:  Menjadi manusia. Kalau kita mempertimbangkan  teori evolusi, kita dulu  bukan manusia. Perkembangannya evolutif.  Nah, manusia itu tidak selalu  manusiawi watak-wataknya.  Maka terjadilah humanisasi., orang  menjadi semakin manusiawi.  Tetapi sebagai orang beriman, proses itu belum slesai, Proses puncak adalah  difinisasi,  manusia  menjadi semakin ilahi. 

Humanisasi : Manusia semakin manusiawi

Difinisasi: Manusia semakin menjadi ilahi. 

JPS, 9 Juli 2024. 


5. .......

https://www.youtube.com/watch?v=qeO4mYrt2XU


Ada cerita

Kisah Pertama. 

Seorang Ibu  guru  mengajar di kelas yang muridnya  punya latar belakang    beragam: Menado, Jawa, Papua. Ia mengajar murud kelas I. "Ini Ibu  Budi, lalu ia meminta  murid-murid  membaca tulisan itu. Ia meminta anak yang dari Menado: , Anak Menado membaca: Ini Ibu Budi.'."aoo, , kita tepuk tangan.  Lalu dia  meminta Yono -  dari Java  - untuk membaca: Ini Ipu  Pudi (loga  Jawa).  Lalu Ibu guru meminta  Frans, dari Pauan untuk membaca tulisan itu.  Frans membaca. "Ini Budi, dia punya mama,".  Ibu  guru bingung, dia meminta  untuk membaca ulang. Frans membaca: "Ini Budi, dia punya mama,.  Ibu guru marah lalu menjewer  telingan Frans, Frans menangis.  

Pesan cerita: Kita menjadi formator, artinya membentuk anak-anak. Tapi anak-anak buka  kertas kosong. Ada yang  sudah memmbentuk  mereka lebih dahulu.  Mereka  punya pikiran, perasaan, kehendak. Mereka sudah diformat senelumnya.  Kita tinggal melanjutkan format itu agar sesuai dengan cita-cita kita, cita-cita Gereja yakni " menyampaikan kabar gembira, sebagaimana amanat Agung Yesus dalam Matius 28: 19.  Ini  tidak  mudah.  Mendidik anak-anak (formandi / seminaris tidak mudah.  Maka di tengah situasi sperti ini, kasih adalah jembatan penghubung.  Bila ada kasih maka beres. Kasih iu sabar, mirah hatri,  tak angkuh, tak dengki,  tak memegahkan diri,  (I Kor 13: 4).  

Kita ini  pengikut Kristus, kita adalah Kristus yang lain. Kita harus mengasihi Kristus. Pertanyayan Yesus kepada Petrus, Petrus, anak Yohanses , pakah engkau mengasihi aku?  (Yoh  21: 15 - 17). 

Tuhas  kita selaki formator bagaimana membuat anak didik bertumbuh menjadi lebih baik dalam pelbagai aspek (otak, otot, perilaku). 

Kita perlu mendidik mereka dengan kasih Kristus, kasih Allah .  Ada perbedaan kasih kita mnusia dengan kasih Allah.  Kasih Allah itu agapao (tanpa syarat), kasih  kuta phileo, itu bersyarat. 

Kita orang Katolik perlu mendidik  sesuai dengan kasih Allah, dalam diri Yesus Kristus. 


  • Yohanes 21:15-17:
    Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (dengan kata "agapao"). Petrus menjawab, "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (dengan kata "phileo"). Yesus bertanya lagi, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (dengan kata "agapao"). Petrus menjawab, "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (dengan kata "phileo"). Kemudian Yesus bertanya untuk ketiga kalinya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (dengan kata "phileo"). Petrus sedih karena pertanyaan ini dan menjawab, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (dengan kata "phileo").
  • Makna kata "agapao" dan "phileo":
    Kata "agapao" (yang dipakai Yesus pada dua pertanyaan pertama) merujuk pada kasih yang ilahi, kasih yang tanpa syarat, kasih yang berkorban. Sementara "phileo" (yang dipakai Petrus) merujuk pada kasih persahabatan, kasih sayang, kasih yang lebih bersifat timbal balik menurut Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia.
  • Pentingnya pertanyaan ini:
    Pertanyaan ini penting karena menunjukkan bahwa Yesus ingin Petrus mengasihi-Nya dengan kasih yang sejati, kasih yang mendalam dan tanpa syarat, seperti kasih yang dimiliki oleh Yesus sendiri menurut Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia.
  • Tanggapan Petrus:
    Meskipun Petrus hanya bisa menjawab dengan "phileo", Yesus tetap menerima kasihnya dan menugaskannya untuk "menggembalakan domba-domba-Ku" (Yohanes 21:15-17).
  • Implikasi bagi orang percaya:
    Pertanyaan ini juga relevan bagi orang percaya, karena menuntut kita untuk mengasihi Yesus dengan segenap hati, pikiran, dan jiwa kita, bukan hanya dengan kasih yang terbatas.

.  ______

Kisah Kedua: Oma dan kambingnya dan kotbah pastor.

Seorang oma memelihara kambing jantan, berjenggot. Dia sangat mencintai  kambingnya.  Sayang  kambingya mati pada hari Jum'at. Dia tidak menjadiannya daging. Dia memperlakukan kambingnya seperti manusia.  Menutupinya dengan kaif putih, mendoakannya dan menguburkannya.  Lalu  hari minggu , dia ke Gereja untuk mengikuti Misa. Pastor Paroki berkobath sengan sangat   bersemangat, sambil jalan -jalan.  Pastor itu berjenggot. Saat pastor berkotbah  oma menangis. Pastor  berpikir tentu karena tersentuh oleh kotbahnya. Maka  dia  tambah  bersemangat dalam berkobah. Lalu saat selesai misa, pastor  menyalami umat.  Pastor penasaran dengan Oma yang menangis saat dia berkobah saat misa. Dia ingin tahu bagaian mana kotbahnya yang menyentuh sehingga dia menangis. Lalu Oma menjawab, Pasotr,  saya menangis  karena  mengingat kambing saya, yang sudah mati. Kambing saya  berjenggot seperti pastor. Ketika melihat pastor, saya mengingat kambing saya. Itu alasan saya menangis.  Kita kadang salah duga , salah reaksi terhadap aksi  orang,  salah kaprah  dengan maksud  orang. Untuk mendapatkan kepastian  butuh  konfirmasi. Jangan  merasa paling benar sendiri. Kita perlu  konformasi dan neyelaraskan  kenenaran yang obyektif, termasuk rec dan re check, supaya tidak terjebak dalm    subyektifisme. 

Kita hadir membawa atau mewartakan siapa?  

Kita  wewartakan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.  Maka hidup kita harus mencerminkan Allah Tritunggal.  Hidup  kita  harus menghadirkan Alah, jangan menjadi kesaksian palsu.  

Kadang kita mewartakan diri dan ego  kita.  

Ada kisah lain. Seorang pastor paroki - asl Belanda yang bertugas di Maluku. Tahun 1983. . Saat misa  dia  menyanyikan aklamasi yang menjadi jawban  umat. " Tanamkanlah SabdaMu ya Tuhan , dalam hati kami.  Sebelumnya dia  sudah  melakukan latihan sebelum misa. Sayangnya saat misa dia menyanyikan  alamamasi umat. " Tanamkanlah SabdaMu ya Tuhan , dalam hati kami.".  Setelah itu dia menunggu jawaban umat, tetapi umat diam saja. Dia ulangi lagi tetapi  umat diam saja,, Dia marah. Jawab, jawab, jaab. Dia  berpikir, umat yang keliru.  Dia tidak menyeadi kekliruannya. Lalu  lectpr memberi tahunya, pastor,   umat diam  karena aklmasi atau bagian umat, pasotr sudah nyanyikan. Pastor lupa bagian pastor  sendiri.   Dia baru  sadar. "Oh ya...." . 

Sering kita memaksa sesuatu, tapi ternyata yang kita sampaikan itu salah, tetapi kita menganggapnya sebagai kebenaran.   Kita memaksa pendengar sebagai obyek yang harus menerima apa yang  kita sampaikan. Ternyata  itu tidak benar. Maka perlu berhati-hati. Maka  perlu belajar pada Yesus karena dia, "Kalan, kebenaran dan hidup.  Dia juga lemah lembut dan rendah hati. 


Ceritera ketiga ,  terakhir, 

Di kampung yang semua pendudduknya beragama Katolik, pada perayaan Pekan Suci ada  Tablo, drama  kish sengsara Yesus hingga kematianNya.  Ada seorang yang berperan sebagai  Yesus.  Saat skenario masuk pada bagian  Yesus menghembuskan nafas terakhir,  dan mengucapkan kata" Selesailah : sudah, tanda bahwa Yesus meninggal. .  Otang tunggu-tunggu dia mengucapkan kata  itu tetapi tidak ada, ternyata. dia   diserang semut merah pada ketiaknya, sementara  dia tidak bisa menghalaunya karena tangannya terentang . Dia sangat menderita. Dia berusaha  kasih kode kepada teman prianya  yang menjadi algojo untuk  menggaruk  ketiaknya sekaligus mematikan semut merah itu. Kose itu adalah "Eh..em..... Sayangnya  temannya  tidak melihat ke atas, sibuk tunduk ketanah karena manis  iba.  Lalu narator perpikir   dia tidak dengar, alu mengulari kisahnya, "Lalu Yesus berseru demngan suar  nyaring...... Tetapi  tetap  tidak ada suara.  Karena  dia sudah merasa tidak tahan dengan  gigitan semut  merah pada ketiaknya, dia turukan   tangan kanannya lalu m,enggaruk  ketiaknya. Orang beretak bereriak. "Yesus  gagal mati". 

Pesannya: Bukan hal-hal besar yang membuat kita gagal tetapi hal-hal kecil.   Itu baru serangan  semut kecil, apalagi bila serangan dari  kala Jenmgking  atau  binatang lebih besar lagi. 

Kita perlu mentingkirkan hal-hal kecil yang menghalangi kita intuk melaksanakan sesuatu yang lebih besar. 

Kita perlu keluarkan lebih dulu  balok di mata kita. Kita perlu diformat oleh Yesus lalu setelah itu baru kita memformat orang lain. 



JPS,  26 Juli 2025. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar