1. MENGAPA SALIB
https://neksonministries.wordpress.com/2019/02/16/pemberitaan-tentang-salib-adalah-kekuatan-dan-hikmat-allah/
Bagi orang percaya , Salib adalah hikmat dan kekuatan Allah (I Kor 1:18).
JPS , 30 Oktober 2023.
2. RENDAH HATI
Kotbah Rm. Angga Indraswara,SJ
Sumber WAG _ Keluarga Besar Wela, diposting oleh Any
https://web.whatsapp.com/
******
3. COMPASSION
Kisah 2 orang wisatawan mampir di coffe di Venisia Italia.
JPS, 18 Juni 2024.
4. RAHMAT BAPTISAN (Oleh: Mgr. Kardinal Ignatius Suharyo,Pr)
https://www.youtube.com/shorts/VFZ8BuGXpmM
Ketika kita dibaptis , hidupnya dimasukkan , diikursetakan, di dalam hidup Trinitaris itu, dalam persekutuan Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Saya menggunakan 3 kata, yaitu hominisasi, humanisasi, Difinisasi
Hominisasi: Menjadi manusia. Kalau kita mempertimbangkan teori evolusi, kita dulu bukan manusia. Perkembangannya evolutif. Nah, manusia itu tidak selalu manusiawi watak-wataknya. Maka terjadilah humanisasi., orang menjadi semakin manusiawi. Tetapi sebagai orang beriman, proses itu belum slesai, Proses puncak adalah difinisasi, manusia menjadi semakin ilahi.
Humanisasi : Manusia semakin manusiawi
Difinisasi: Manusia semakin menjadi ilahi.
JPS, 9 Juli 2024.
5. .......
Kocak Puoll‼️Kotbah Romo Skia van Ambon Manise: Yesus Gagal Mati⁉️ Jangan Takut Gagal
https://www.youtube.com/watch?v=qeO4mYrt2XU
Ada cerita
Kisah Pertama.
Seorang Ibu guru mengajar di kelas yang muridnya punya latar belakang beragam: Menado, Jawa, Papua. Ia mengajar murud kelas I. "Ini Ibu Budi, lalu ia meminta murid-murid membaca tulisan itu. Ia meminta anak yang dari Menado: , Anak Menado membaca: Ini Ibu Budi.'."aoo, , kita tepuk tangan. Lalu dia meminta Yono - dari Java - untuk membaca: Ini Ipu Pudi (loga Jawa). Lalu Ibu guru meminta Frans, dari Pauan untuk membaca tulisan itu. Frans membaca. "Ini Budi, dia punya mama,". Ibu guru bingung, dia meminta untuk membaca ulang. Frans membaca: "Ini Budi, dia punya mama,. Ibu guru marah lalu menjewer telingan Frans, Frans menangis.
Pesan cerita: Kita menjadi formator, artinya membentuk anak-anak. Tapi anak-anak buka kertas kosong. Ada yang sudah memmbentuk mereka lebih dahulu. Mereka punya pikiran, perasaan, kehendak. Mereka sudah diformat senelumnya. Kita tinggal melanjutkan format itu agar sesuai dengan cita-cita kita, cita-cita Gereja yakni " menyampaikan kabar gembira, sebagaimana amanat Agung Yesus dalam Matius 28: 19. Ini tidak mudah. Mendidik anak-anak (formandi / seminaris tidak mudah. Maka di tengah situasi sperti ini, kasih adalah jembatan penghubung. Bila ada kasih maka beres. Kasih iu sabar, mirah hatri, tak angkuh, tak dengki, tak memegahkan diri, (I Kor 13: 4).
Kita ini pengikut Kristus, kita adalah Kristus yang lain. Kita harus mengasihi Kristus. Pertanyayan Yesus kepada Petrus, Petrus, anak Yohanses , pakah engkau mengasihi aku? (Yoh 21: 15 - 17).
Tuhas kita selaki formator bagaimana membuat anak didik bertumbuh menjadi lebih baik dalam pelbagai aspek (otak, otot, perilaku).
Kita perlu mendidik mereka dengan kasih Kristus, kasih Allah . Ada perbedaan kasih kita mnusia dengan kasih Allah. Kasih Allah itu agapao (tanpa syarat), kasih kuta phileo, itu bersyarat.
Kita orang Katolik perlu mendidik sesuai dengan kasih Allah, dalam diri Yesus Kristus.
- Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (dengan kata "agapao"). Petrus menjawab, "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (dengan kata "phileo"). Yesus bertanya lagi, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (dengan kata "agapao"). Petrus menjawab, "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (dengan kata "phileo"). Kemudian Yesus bertanya untuk ketiga kalinya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (dengan kata "phileo"). Petrus sedih karena pertanyaan ini dan menjawab, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (dengan kata "phileo").
- Kata "agapao" (yang dipakai Yesus pada dua pertanyaan pertama) merujuk pada kasih yang ilahi, kasih yang tanpa syarat, kasih yang berkorban. Sementara "phileo" (yang dipakai Petrus) merujuk pada kasih persahabatan, kasih sayang, kasih yang lebih bersifat timbal balik menurut Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia.
- Pertanyaan ini penting karena menunjukkan bahwa Yesus ingin Petrus mengasihi-Nya dengan kasih yang sejati, kasih yang mendalam dan tanpa syarat, seperti kasih yang dimiliki oleh Yesus sendiri menurut Badan Pengurus Pusat Gereja Bethel Indonesia.
- Meskipun Petrus hanya bisa menjawab dengan "phileo", Yesus tetap menerima kasihnya dan menugaskannya untuk "menggembalakan domba-domba-Ku" (Yohanes 21:15-17).
- Pertanyaan ini juga relevan bagi orang percaya, karena menuntut kita untuk mengasihi Yesus dengan segenap hati, pikiran, dan jiwa kita, bukan hanya dengan kasih yang terbatas.
. ______
Kisah Kedua: Oma dan kambingnya dan kotbah pastor.
Seorang oma memelihara kambing jantan, berjenggot. Dia sangat mencintai kambingnya. Sayang kambingya mati pada hari Jum'at. Dia tidak menjadiannya daging. Dia memperlakukan kambingnya seperti manusia. Menutupinya dengan kaif putih, mendoakannya dan menguburkannya. Lalu hari minggu , dia ke Gereja untuk mengikuti Misa. Pastor Paroki berkobath sengan sangat bersemangat, sambil jalan -jalan. Pastor itu berjenggot. Saat pastor berkotbah oma menangis. Pastor berpikir tentu karena tersentuh oleh kotbahnya. Maka dia tambah bersemangat dalam berkobah. Lalu saat selesai misa, pastor menyalami umat. Pastor penasaran dengan Oma yang menangis saat dia berkobah saat misa. Dia ingin tahu bagaian mana kotbahnya yang menyentuh sehingga dia menangis. Lalu Oma menjawab, Pasotr, saya menangis karena mengingat kambing saya, yang sudah mati. Kambing saya berjenggot seperti pastor. Ketika melihat pastor, saya mengingat kambing saya. Itu alasan saya menangis. Kita kadang salah duga , salah reaksi terhadap aksi orang, salah kaprah dengan maksud orang. Untuk mendapatkan kepastian butuh konfirmasi. Jangan merasa paling benar sendiri. Kita perlu konformasi dan neyelaraskan kenenaran yang obyektif, termasuk rec dan re check, supaya tidak terjebak dalm subyektifisme.
Kita hadir membawa atau mewartakan siapa?
Kita wewartakan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Maka hidup kita harus mencerminkan Allah Tritunggal. Hidup kita harus menghadirkan Alah, jangan menjadi kesaksian palsu.
Kadang kita mewartakan diri dan ego kita.
Ada kisah lain. Seorang pastor paroki - asl Belanda yang bertugas di Maluku. Tahun 1983. . Saat misa dia menyanyikan aklamasi yang menjadi jawban umat. " Tanamkanlah SabdaMu ya Tuhan , dalam hati kami. Sebelumnya dia sudah melakukan latihan sebelum misa. Sayangnya saat misa dia menyanyikan alamamasi umat. " Tanamkanlah SabdaMu ya Tuhan , dalam hati kami.". Setelah itu dia menunggu jawaban umat, tetapi umat diam saja. Dia ulangi lagi tetapi umat diam saja,, Dia marah. Jawab, jawab, jaab. Dia berpikir, umat yang keliru. Dia tidak menyeadi kekliruannya. Lalu lectpr memberi tahunya, pastor, umat diam karena aklmasi atau bagian umat, pasotr sudah nyanyikan. Pastor lupa bagian pastor sendiri. Dia baru sadar. "Oh ya...." .
Sering kita memaksa sesuatu, tapi ternyata yang kita sampaikan itu salah, tetapi kita menganggapnya sebagai kebenaran. Kita memaksa pendengar sebagai obyek yang harus menerima apa yang kita sampaikan. Ternyata itu tidak benar. Maka perlu berhati-hati. Maka perlu belajar pada Yesus karena dia, "Kalan, kebenaran dan hidup. Dia juga lemah lembut dan rendah hati.
Ceritera ketiga , terakhir,
Di kampung yang semua pendudduknya beragama Katolik, pada perayaan Pekan Suci ada Tablo, drama kish sengsara Yesus hingga kematianNya. Ada seorang yang berperan sebagai Yesus. Saat skenario masuk pada bagian Yesus menghembuskan nafas terakhir, dan mengucapkan kata" Selesailah : sudah, tanda bahwa Yesus meninggal. . Otang tunggu-tunggu dia mengucapkan kata itu tetapi tidak ada, ternyata. dia diserang semut merah pada ketiaknya, sementara dia tidak bisa menghalaunya karena tangannya terentang . Dia sangat menderita. Dia berusaha kasih kode kepada teman prianya yang menjadi algojo untuk menggaruk ketiaknya sekaligus mematikan semut merah itu. Kose itu adalah "Eh..em..... Sayangnya temannya tidak melihat ke atas, sibuk tunduk ketanah karena manis iba. Lalu narator perpikir dia tidak dengar, alu mengulari kisahnya, "Lalu Yesus berseru demngan suar nyaring...... Tetapi tetap tidak ada suara. Karena dia sudah merasa tidak tahan dengan gigitan semut merah pada ketiaknya, dia turukan tangan kanannya lalu m,enggaruk ketiaknya. Orang beretak bereriak. "Yesus gagal mati".
Pesannya: Bukan hal-hal besar yang membuat kita gagal tetapi hal-hal kecil. Itu baru serangan semut kecil, apalagi bila serangan dari kala Jenmgking atau binatang lebih besar lagi.
Kita perlu mentingkirkan hal-hal kecil yang menghalangi kita intuk melaksanakan sesuatu yang lebih besar.
Kita perlu keluarkan lebih dulu balok di mata kita. Kita perlu diformat oleh Yesus lalu setelah itu baru kita memformat orang lain.
JPS, 26 Juli 2025.

