Rabu, 15 Desember 2021
Seminar Mempertanggung Jawabkan Iman Katolik
Kamis, 09 Desember 2021
ISTILAH _ ISTILAH DALAM ALKITAB
ISTILAH _ ISTILAH DALAM ALKITAB
Pohon Tarbantin: pohon terkuat di Surga (?) ( https://www.youtube.com/watch?v=xca7GoT7P54)
Kamis, 02 Desember 2021
SANTO - SANTA
SANTO - SANTA
Santo Fransiskus Asisi, Pengaku Iman
Tanggal Pesta: 4 Oktober
Sumber: WA
Giovanni Francesco Bernardone lahir di Asisi, daerah pegunungan Umbria, Italia Tengah pada tahun 1182. Ayahnya, Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya raya, sedang ibunya Yohana Dona Pica, seorang puteri bangsawan picardia, Prancis. Ia dipermandikan dengan nama 'Giovanni Francesco Bernardone' tetapi kemudian lebih dikenal dengan nama 'Francesco' karena kemahirannya berbahasa Prancis yang diajarkan ibunya. la sangat dimanjakan ayahnya sehingga berkembang menjadi seorang pemuda yang suka berfoya-foya dan pemboros. Pada umur 20 tahun ia bersama teman-temannya terlibat sebagai prajurit dalam perang saudara antara Asisi dan Perugia. Dalam pertempuran itu ia ditangkap dan dipenjarakan selama 1 tahun hingga jatuh sakit setelah dibebaskan. Pengalaman pahit itu menandai awal hidupnya yang baru. Ia tidak tertarik lagi dengan usaha dagang ayahnya dan corak hidup mewahnya dahulu. Sebaliknya ia lebih tertarik pada corak hidup sederhana dan miskin sambil lebih banyak meluangkan waktunya untuk berdoa di gereja, mengunjungi orang-orang di penjara dan melayani orang-orang miskin dan sakit. Sungguh suatu keputusan pribadi yang datang di luar bayangan orang sedaerahnya dan orangtuanya. Tak lama kemudian ketika sedang berdoa di gereja San Damian di luar kota Asisi, ia mendengar suatu suara keluar dari Salib Yesus: “Fransiskus, perbaikilah rumahku yang hampir rubuh ini!“ Fransiskus tertegun sebentar lalu dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia lari ke rumah. Tanpa banyak pikir dia mengambil setumpuk kain mahal dari gudang ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang basil penjualan kain itu diberikan kepada pastor paroki San Damian untuk membiayai perbaikan gereja itu. Tetapi pastor menolak pemberiannya itu. Ayahnya marah besar lalu memukul dan menguncinya di dalam sebuah kamar. Ibunya jatuh kasihan lalu membebaskan dia dari kurungan itu. Setelah dibebaskan ibunya, ia kembali ke gereja San Damian. Ayahnya mengikuti dia ke sana, memukulnya sambil memaksanya mengembalikan uang hasil penjualan kain itu. Dengan tenang ia mengatakan bahwa uang itu sudah diberikan kepada orang-orang miskin. Ia juga tidak mau kembali lagi ke rumah meskipun ayahnya menyeret pulang. Ayahnya tidak berdaya lalu meminta bantuan Uskup Asisi untuk membujuk Fransiskus agar mengembalikan uang itu. Fransiskus patuh pada Uskup. Di hadapan Uskup Asisi, ia melucuti pakaian yang dikenakannya sambil mengatakan bahwa pakaian-pakaian itu pun milik ayahnya. Dan semenjak itu hanya Tuhanlah yang menjadi ayahnya. Sang Uskup memberikan kepadanya sehelai mantel dan sebuah ikat pinggang. Inilah pakaian para gembala domba dari Umbria, yang kemudian menjadi pakaian para biarawan Fransiskus. Fransiskus tidak kecut apalagi sedih hati dengan semua yang terjadi atas dirinya. Ia bahkan dengan bangga berkata: “Nah, sekarang barulah aku dapat berdoa sungguh-sungguh “Bapa kami yang ada di surga.“ Dan semenjak itu Sabda Yesus “Barangsiapa yang mau mengikuti Aku, ia harus menjual segala harta kekayaannya dan membagikannya kepada orang miskin“ menjadi dasar hidupnya yang baru. Sehari-harian ia mengemis sambil berkotbah kepada orang-orang yang ada di sekitar gereja San Damiano. Ia menolong orang-orang miskin dan penderita lepra dengan uang yang diperolehnya setiap hari. Ia sendiri hidup miskin. Kalau ia berbicara tentang nasehat-nasehat Injil, ia menggunakan bahasa lagu-lagu cinta yang populer dan bahasa-bahasa puitis. Ia sendiri rajin menyusun puisi-puisi dan selalu membacakannya keraskeras kalau ia berjalan jalan. la disebut orang sekitar dengan nama “Poverello“ (=Lelaki miskin). Cara hidupnya, yang miskin tetapi selalu gembira dan penuh cinta kepada orang-orang miskin dan sakit, menarik minat banyak pemuda. Pada tahun 1209, ada tiga orang bergabung bersamanya: Bernardus Guantevale, seorang pedagang kaya, Petrus Katana, seorang pegawai, dan Giles, seorang yang sederhana dan bijak. Harta benda mereka dipakai untuk melayani kaum miskin dan orang-orang sakit. Bersama denigan tiga orang itu, Fransiskus membentuk sebuah komunitas persaudaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah ordo yaitu “Ordo Saudara-saudara Dina“, atau “Ordo Fransiskan.“ Tak ketinggalan wanita-wanita. Klara, seorang gadis Asisi meninggalkan rumahnya dan bergabung juga bersamanya. Bagi Klara dan kawan-kawannya, Fransiskus mendirikan sebuah perkumpulan khusus. Itulah awal dari Kongregasi Suster-suster Fransiskan atau Ordo Kedua Fransiskan. Fransiskus ditahbiskan menjadi diakon dan mau tetap menjadi seorang diakon sampai mati. Ia tidak mau ditahbiskan menjadi imam. Lebih dari orang-orang lain, Fransiskus berusaha hidup menyerupai Kristus. Ia. menekankan kemiskinan absolut bagi para pengikutnya waktu itu. Sebagai tambahan pada kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, ia menekankan juga penghayatan semangat cinta persaudaraan, dan kesederhanaan hidup. Ordo Benediktin yang sudah lama berdiri memberi mereka sebidang tanah. Demi sahnya komunitas yang dibentuknya, dan aturan hidup yang disusunnya, ia berangkat ke Roma pada tahun 1210 untuk meminta restu dari Sri Paus Innosensius III (1198-1216). Mulanya Sri Paus menolak. Tetapi pada suatu malam dalam mimpinya, Paus melihat tembuk-tembok Basilik Santo Yohanes Lateran berguncang dan Fransiskus sendiri menopangnya dengan bahunya. Pada waktu pagi, Paus langsung memberikan restu kepada Fransiskus tanpa banyak bicara. Lagi-lagi Ordo Benediktin menunjukkan perhatiannya kepada Fransiskus dan kawan-kawannya. Kapela Maria Ratu para Malaekat di Portiuncula, milik para rahib Benediktin, kira-kira dua mil jauhnya dari kota Asisi, diserahkan kepada Fransiskus oleh Abbas Ordo Benediktin. Fransiskus gembira sekali. Ia mulai mendirikan pondok-pondok kecil dari kayu di sekitar kapela itu sebagai tempat tinggal mereka yang pertama. Kemudian Chiusi, seorang tuan tanah di daerah itu, memberikan kepadanya sebidang tanah di atas bukit La Verna, di bilangan bukit-bukit Tuscan. La Verna kemudian dijadikannya sebagai tempat berdoa dan bermeditasi. Semangat kerasulannya mulai membara dari hari ke hari. Dalam hatinya mulai tumbuh keinginan besar untuk mempertobatkan orangorang Muslim di belahan dunia Timur. Ia mulai menyusun rencana perjalanan ke Timur. Pada musim gugur tahun 1212, ia bersama seorang kawannya berangkat ke Syria. Tetapi nasib sial menghadang mereka di pertengahan jalan. Kapal yang mereka tumpangi karam dan mereka terpaksa kembali lagi ke Italia. Tetapi ia tidak putus asa. Ia mencoba lagi dan kali ini ia mau pergi ke Maroko melalui Spanyol. Tetapi sekali lagi niatnya tidak bisa terlaksana karena ia jatuh sakit. Pada bulan Juni 1219, ia sekali lagi berangkat ke belahan dunia Timur bersama 12 orang temannya. Mereka mendarat di Damaieta, delta sungai Nil, Mesir. Di sana mereka menggabungkan diri dengan pasukan Perang Salib yang berkemah di sana. Nasib sial menimpa dirinya lagi. Ia ditawan oleh Sultan Mesir. Saat itu menjadi suatu peluang baik baginya untuk berbicara dengan Sultan Islam itu. Sebagai tawanan ia minta izin untuk berbicara dengan Sultan Mesir. Ia. berharap dengan pertemuan dan pembicaraan dengan Sultan, ia dapat mempertobatkannya. Sultan menerima dia dengan baik sesuai adat sopan santun ketimuran. Namun pertemuan itu sia-sia saja. Sultan tidak bertobat dan menyuruhnya pulang kepada teman-temannya di perkemahan setelah mendengarkan kotbahnya. Setelah beberapa lama berada di Tanah Suci, Fransiskus dipanggil pulang oleh komunitasnya. Selama beberapa tahun, ia berusaha menyempurnakan aturan hidup komunitasnya. Selain itu ia mendirikan lagi Ordo Ketiga Fransiskan. Ordo ini dikhususkan bagi umat awam yang ingin mengikuti cara hidup dan ajarannya sambil tetap mengemban tugas sebagai bapa-ibu keluarga atau tugas-tugas lain di dalam masyarakat. Para anggotanya diwajibkan juga untuk mengikrarkan kaul kemiskinan dan kesucian hidup. Kelompok ini lazim disebut kelompok “Tertier“. Tugas pokok mereka ialah melakukan perbuatan-perbuatan baik di dalam keluarga dan masyarakat dan mengikuti cara hidup Fransiskan tanpa menarik diri dari dunia. Ordo Fransiskan ini berkembang dengan pesat dan menakjubkan. Dalam waktu relatif singkat komunitas Fransiskan bertambah banyak jumlahnya di Italia, Spanyol, Jerman dan Hungaria. Pada tahun 1219 anggotanya sudah 5000 orang. Melihat perkembangan yang menggembirakan ini maka pada tahun 1222, Paus Honorius III (1216-1227) secara resmi mengakui komunitas religius Fransiskan beserta aturan hidupnya. Pada tahun 1223, Fransiskus merayakan Natal di daerah Greccio. Upacara malam Natal diselenggarakan di luar gereja. Dia rnenghidupkan kembali gua Betlehem dengan gambar-gambar sebesar badan. Penghormatan kepada Kanak-kanak Yesus yang sudah menjadi suatu kebiasaan Gereja dipopulerkan oleh Fransiskus bersama para pengikutnya. Pada umur 43 tahun ketika sedang berdoa di bukit La Verna sekonyong-konyong terasa sakit di badannya dan muncul di kaki dan tangan serta lambungnya luka-luka yang sama seperti luka-luka Yesus. Itulah 'stigmata' Fransiskus. Luka-luka itu tidak pernah hilang sehingga menjadi sumber rasa sakit dan kelemahan tubuhnya. Semenjak peristiwa ajaib itu, Fransiskus mulai mengenakan sepatu dan mulai menyembunyikan tangan-tangannya di balik jubahnya. Fransiskus dikagumi orang-orang sezamannya bahkan hingga kini karena berbagai karunia luar biasa yang dimilikinya. Ia dijuluki “Sahabat alam semesta“ karena cintanya yang besar dan dalam terhadap alam ciptaan Tuhan. Semua ciptaan menggerakkan jiwanya untuk bersyukur kepada Tuhan dan memuliakan keagunganNya. Seluruh alam raya beserta isinya benar-benar berdamai dengan Fransiskus. Ia dapat berbincang-bincang dengan semua ciptaan seperti layaknya dengan manusia. Semua disapanya sebagai 'saudara': saudara matahari, saudari bulan, saudara burung-burung, dll. Ia benar-benar menjadi sahabat alam dan binatang. Lama kelamaan kesehatannya semakin menurun dan pandangan matanya mulai kabur. Dalam kondisi itu, ia menyusun karyanya yang besar “Gita Sang Surya.“ Salah satu kidung di dalamnya, yang melukiskan tentang 'keindahan saling mengampuni' dipakainya untuk mendamaikan Uskup dengan Penguasa Asisi yang sedang bertikai. Ia diminta untuk mendamaikan keduanya. Untuk itu ia menganjurkan agar perdamaian itu dilakukan di halaman istana uskup bersama beberapa imam dan pegawai kota. Ia sendiri tidak ikut serta dalam pertemuan perdamaian itu. Namun ia mengutus dua orang rekannya ke sana dengan instruksi untuk menyanyikan lagu “Gita Sang Surya“, yang telah ia tambahi dengan satu bagian tentang 'keindahan saling mengampuni'. Ketika mendengar nyanyian yang dibawakan dengan begitu indah oleh dua orang biarawan Fransiskan itu, Uskup dan Penguasa Asisi itu langsung berdamai tanpa banyak bicara. Menjelang tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mengundurkan diri. Sebab, di antara saudara-saudarariya seordo terjadilah selisihpaham mengenai penghayatan hidup miskin seperti yang dicintai dan dihayatinya sendiri. Pada tanggal 3 Oktober 1226 dalam umur 44 tahun, Fransiskus meninggal dunia di kapela Portiuncula. Dua tahun berikutnya, ia langsung dinyatakan 'kudus' oleh Gereja. Fransiskus adalah orang kudus besar yang dikagumi Gereja dan seluruh umat hingga kini. Kebesarannya terletak pada dua hal berikut: kegembiraannya dalam hidup yang sederhana, menderita lapar dan sakit, dan pada cintanya yang merangkul seluruh ciptaan. Ketika Gereja menjadi lemah dan sakit karena lebih tergiur dengan kekayaan dan kekuasaan duniawi, Fransiskus menunjukkan kembali kekayaan iman Kristen dengan menghayati sungguh-sungguh nasehat-nasehat dan cita-cita Injil yang asli: kerendahan hati, kemiskinan dan cinta.!
_____________________________________________________
Santo Fransiskus Xaverius, Pengaku Iman
Tanggal Pesta: 3 Desember
Francesco de Yassu Javier lahir di istana Xavier di Navarra, bagian utara Spanyol pada tanggal 7 April 1506. Orangtuanya seorang bangsawan kaya raya. Pendidikan dasarnya berlangsung di Navarra dan kemudian dilanjutkan di Universitas Paris pada usia 19/20 tahun. Di Paris ia selalu bergaul dengan orang-orang terpelajar dan terkemuka. Salah seorang teman pergaulan dan sahabatnya ialah Ignasius Loyola. Ignasius mempunyai pengaruh besar terhadap jalan hidup Fransiskus di kemudian hari sebagai seorang misionaris besar dalam sejarah Gereja. Pertanyaan dasar yang membuka lembaran hidupnya yang baru ialah: “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, namun kehilangan jiwanya?“ Pertanyaan ini sungguh mempengaruhi sikapnya yang mengilhami jalan hidupnya sehingga ia berani mengabdikan seluruh hidupnya sebagai seorang Abdi Allah bagi penyebaran Injil dan pembangunan Kerajaan Allah di dunia. Bersama Ignasius Loyola dan lima rekannya yang lain, termasuk Petrus Faber, Fransiskus mengikrarkan kaulnya pada tanggal 15 Agustus 1534 di gereja Montmatre. Upacara pengikraran kaul ini menandai awal berdirinya Serikat Yesus yang secara resmi direstui oleh Paus Paulus III (1534-1549) pada tahun 1540. Selain kaul kemiskinan dan kemurnian hidup, mereka juga berjanji untuk membantu paus dalam usaha memberantas berbagai ajaran sesat dan menyebarluaskan iman Kristen. Fransiskus ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1537. Setahun kemudian, ia berangkat ke Roma dan bersama Ignasius, ia menyelesaikan berbagai urusan yang berkaitan dengan pendirian Serikat Yesus dan misinya. Pada tanggal 16 Maret 1540, Xaverius meninggalkan rekan-rekannya di Roma dan berangkat ke Portugal untuk memenuhi undangan Raja Yohanes III, yang meminta imam-imam Yesuit untuk mewartakan Injil di wilayah jajahan Portugis di India. Bersama dua rekannya dari Portugis, Fransiskus memulai perjalanan yang sulit itu pada tanggal 7 April 1541. Mereka tiba di Goa, India pada tanggal 6 Mei 1542 dan mulai berkarya di India Selatan dan Sri Langka. Karyanya di Goa diberkati dengan keberhasilan yang gemilang. Dengan cara pewartaannya yang menarik dan kesalehan hidupnya, ia berhasil menawan hati banyak orang dan mempermandikan mereka menjadi pengikut-pengikut Kristus. Ia dengan berani membela orang-orang pribumi yang menderita karena tingkah penguasa sebangsa maupun penguasa kolonial yang korup sambil mengajari mereka ajaran-ajaran Kristen yang mengutamakan cinta kasih. Dalam sebuah suratnya kepada Ignasius pada tanggal 15 Januari 1544, ia menulis: “Lenganku sering terasa sangat letih dan sakit karena membaptis begitu banyak orang dan mengajari mereka kewajiban-kewajiban iman Kristiani dalam bahasa mereka.“ Pada tahun berikutnya, sekitar tanggal 27 Januari, ia mengabarkan lagi ke Roma bahwa ia sudah mempermandikan kurang-lebih 10.000 orang dalam waktu satu bulan. Diceritakannya pula tentang kecintaan mereka padanya karena perbuatan-perbuatan baik dan ajaib yang dilakukannya di tengah-tengah mereka. Selama tiga tahun (1542-1545), Fransiskus Xaverius mewartakan Injil di pantai Barat India. Semua perbuatannya yang agung itu terdengar juga hingga ke Malaka. Oleh karena itu, pada musim semi tahun 1545, ia tiba di Malaka dan mewartakan Injil di sana. Selama berada di sana ia memanfaatkan waktunya untuk membina akhlak dan hidup perkawinan penduduk Malaka yang sangat merosot karena kekayaan yang berlimpah-ruah. Ia rajin berkotbah dan mengajar orang-orang yang sudah lama tidak memperhatikan kebutuhan rohaninya. Demi keberhasilan karyanya ia dengan tekun mempelajari bahasa Melayu dan menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen dan doa-doa dalam bahasa Melayu. Awal tahun 1546, ia berlayar dengan kapal dagang ke gugusan kepulauan di Indonesia bagian timur, terutama di Maluku. Ia mencatat: “Para pelaut menyita seluruh waktuku dari pagi hingga malam: terus menerus mendengarkan pengakuan dosa, mengunjungi orang sakit, memberikan sakramen-sakramen dan penghiburan rohani kepada mereka yang akan meninggal dan sering pula berkotbah. Selama masa puasa saya kerjakan itu . . . Pulau Ambon banyak penduduknya, di antaranya tujuh desa yang beragama Kristen. Begitu tiba, saya mengunjungi desa-desa itu dan memberikan Sakramen Permandian kepada anak-anak yang belum menerimanya. Kira-kira 390 mil dari situ terdapat suatu negeri, Pantai Moro namanya. Konon, di sana banyak orang Kristen yang sama sekali belum mendapatkan pelajaran agama. Saya akan pergi ke sana secepatnya. Saya menulis laporan ini supaya kamu tahu, betapa kamu dibutuhkan di sini. Memang saya sadar, bahwa kamu diperlukan di India juga, tetapi pulau-pulau ini sangat membutuhkan pertolongan yang lebih besar lagi.“ Fransiskus mempermandikan kira-kira 1000 orang Ambon dan mempersiapkan kedatangan imam-imam baru. Lalu ia menuju ke Ternate pada bulan Juli 1546. Setiap pagi Fransiskus berkotbah kepada saudagar-saudagar Portugis, yang seluruh pikirannya dijejali dengan urusan-urusan perdagangan rempah-rempah dan wanita. Malam hari ia mengumpulkan orang-orang berbahasa Melayu, melatih mereka baik-baik untuk mengerti dan menghafalkan doa-doa serta menyanyikan cerita-cerita Kitab Suci. Tentang hasil jerih-payahnya, ia meriulis: “Syukur kepada Allah! Di Ternate ini sudah menjadi kebiasaan, anak lelaki di jalan-jalan dan anak perempuan di rumah, para buruh di perkebunan dan nelayan-nelayan di laut, siang-malam menyanyikan lagu-lagu suci, bukan lagi nyanyian-nyanyian kotor. Mereka senang menyanyikan lagu Aku Percaya, Bapa Kami, Salam Maria, Sepuluh Perintah Allah, Perbuatan-perbuatan Belaskasih, Pengakuan Dosa Umum serta banyak lagu dan doa sejenis. Mereka itu, baik yang baru bertobat maupun yang masih kafir, menyanyi dalam bahasa mereka sendiri. Syukur kepada Allah bahwa saya dengan cepat disukai, baik oleh orang Portugis di pulau ini maupun oleh orang pribumi yang beragama Kristen dan yang bukan!“ Setelah Fransiskus mengatur kedatangan pengganti-penggantinya, ia kembali ke Malaka untuk selanjutnya pergi ke Jepang. Tentang rencana kerasulannya di Jepang ia menulis kepada Ignasius: “Iman kita harus diwartakan kepada orang-orang Jepang, sebab mereka mempunyai hasrat dan kerinduan yang besar untuk mendengarkan warta Injil dan menjadi Kristen.“ Pada tanggal 14 Juni 1549, Fransiskus berlayar ke Jepang ditemani oleh Pater Cosmas de Torres, Bruder Juan Fernandez, Anger, seorang Jepang yang sudah bertobat dan dua orang lainnya. Mereka tiba di Kagoshima, Kyushu pada tanggal 15 Agustus 1549. Mula-mula mereka berusaha mempelajari bahasa Jepang dan menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen ke dalam bahasa daerah setempat. Dari Kagoshima, pada bulan Agustus 1550 Fransiskus bersama kawan-kawannya berlayar ke Honshu, pulau terbesar dari gugusan kepulauan Jepang. Orang-orang Jepang menyambut baik mereka dan sangat antusias mendengarkan pewartaan Injil. Mereka tertarik sekali dengan ajaran-ajaran Kristen yang disampaikan dengan penuh rasa hormat dan keberanian. Satu setengah tahun di Jepang penuh dengan kerja keras. Kecemburuan dan perlawanan dari rahib-rahib Budha sangat gencar namun semuanya dapat diatasi. Pada tahun 1552 Xaverius didesak untuk kembali ke India guna menyelesaikan masalah-masalah administratif yang timbul selama ia tidak ada. Pater Torres dan Bruder Fernandez menetap di Jepang untuk melanjutkan karya misi di sana. Setelah menyelesaikan masalah-masalah Yesuit di India, Xaverius mengalihkan perhatiannya ke Tiongkok, sebuah negara besar yang pada waktu itu tertutup bagi orang-orang asing. Pada bulan April 1552, ia berlayar menuju Cina dengan sebuah kapal Portugis dan didaratkan di pulau Sanchian, di depan muara sungai Chukiang. Di sana ia menunggu jemputan perahu yang bersedia menyelundupkannya ke daratan Tiongkok. Tetapi ia tiba-tiba jatuh sakit dan dalam waktu dua minggu ia menghembuskan nafas terakhir di sebuah gubug, ditemani hanya oleh seorang pemuda Tionghoa yang telah menemani dia dari Goa. Fransiskus meninggal dunia di Sanchian pada tanggal 3 Desember 1552. Fransiskus Xaverius adalah seorang sahabat bagi semua orang. Ia sangat energik dan menarik, rendah hati dan penuh pengabdian. Sebagai seorang pendekar karya misi, ia mendirikan pusat-pusat katekumenat dan sekolah-sekolah, dan berusaha mendidik imam-imam pribumi di setiap tempat yang ia kunjungi. Demi keberhasilan karyanya ia dengan tekun mempelajari bahasa daerah. Pastor Ludwig, sejarawan Gereja yang terkenal, menjuluki Fransiskus Xaverius sebagai seorang “Misionaris Perintis Agama Salib“ di Asia dan misionaris terbesar semenjak Santo Paulus. Dengan semangat heroiknya, ia mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa Asia sambil tetap mengingatkan Gereja akan panggilannya untuk mewartakan Sabda Allah kepada semua bangsa. Pada tahun 1622 ia dinyatakan 'kudus' oleh Paus Gregorius XV (1621-1623). Karena teladan hidupnya, Paus Pius X (1903-1914) mengangkat dia sebagai pelindung utama karya misi.
Minggu, 21 November 2021
MUKJIZAT DALAM DOA
MUKJIZAT DALAM DOA
Segalanya Mungkin....
Mungkin ada di antara kita yang sempat menonton peristiwa unik yang sempat terjadi pada audiensi umum bersama dengan Paus Fransiskus tanggal 20 Oktober bulan lalu. Sementara audiens berlangsung seorang bocah berumur 10 tahun bernama Paolo Bonavita menerobos naik ke tangga podium dan mendekati Paus Fransiskus. Rupanya bocah ini sangat tertarik dengan zucchetto (topi kecil yang dikenakan Paus), ia begitu asik di sana menyelidiki tentang zucchetto yang dikenakan Paus.
Melihat anak kecil yang berdiri dekat Paus, Uskup Leonardo Sapienza yang duduk di sebelah kanan Paus beranjak dari tempat duduknya dan memberikan kursinya kepada bocah itu. Rasa penasaran bocah itu terhadap zuccheto barulah terhenti ketika Paus Fansiskus memberikan satu zuccheto miliknya kepada bocah itu, dan kemudian beranjak kembali ke tempat duduknya bersama ibunya.
Ternyata anak yang bernama Paolo Bonavita ini menurut laporan dari CBS news, berasal dari Italia dan dia berada di Roma untuk tes medis karena dokter memperkirakan bahwa anak ini menderita tumor otak, selain bahwa dia juga memiliki autisme dan epilepsi.
Paus menunjuk Paolo sebagai contoh dari kebebasan dalam refleksinya, ketika Paolo dengan yakin dan percaya diri melangkah menaiki tangga podium di Aula Paulus VI dan mendekati Paus. Ibu Paolo, Elsa Morra mengatakan, “langkah paolo itu adalah hadiah nyata”.
Ibu Paolo, Elsa Morra, tidak pernah mengira bahwa anaknya bisa melangkah sendirian menaiki tangga podium, karena selama ini anaknya Paolo selalu membutuhkan bantuannya. Elsa Morra sendiri sempat bertemu dengan Paus Fransiskus pada peristiwa itu. Dia berkisah bahwa Paus Fransiskus menggenggam tangannya sambail berkata, “Bagi anda, yang tidak mungkin tidak ada,” demikian disampaikannya kepada CBS news.
Kurang dari sebulan kemudian, dokter melaporkan kepada Elsa Morra bahwa puteranya Paolo tidak lagi memiliki tanda-tanda mengidap kanker, kesehatannya menunjukkan gejala yang baik.
Atas apa yang dialami oleh puteranya, Elsa Mora mengatakan ia akan memberi tahu Paus, berterima kasih atas mujizat yang dialami puteranya.
**
Bagi Tuhan tak ada yang tidak mungkin, jangan biarkan keputusasaan menguasai hidup kita. Serahkan semua perkara kita pada-Nya, Dia masih di sana, akan tetap di sana peduli kepada siapa saja yang berharap pada-Nya.
Selamat Berakhir Pekan
Tuhan Memberkati
Romo Jack Dambe Cjd
Sumber: WAG - GARESA - Diposting Rony Rama pada Sabtu, 20 Nov. 2021
_______________________________________________
Kamis, 18 November 2021
BELAJAR DARI TOKOH KATOLIK (HIRARKI)
BELAJAR DARI TOKOH KATOLIK (HIRARKI)
Kardinal Ignatius Suharyo (Uskup Semarang lalu pindah ke Keuskupan Agung Jakarta)
Kardinal Ignatius Suharyo diangkat Paus Fransiskus menjadi anggota Dewan Kepausan yang membidangi urusan dialog antar agama. Beliau juga mendapatkan kepercayaan dari Tahta Suci untuk menjadi salah satu anggota Kongregasi Evangelisasi Bangsa-bangsa.
Berada dalam posisinya sekarang tidak pernah terbersit dalam benak Kardinal Prof. Dr. Ignatius Suharyo. Harapannya semula hanya sederhana, menjadi imam paroki, yang melayani umat secara langsung dan tinggal di tengah-tengah jemaat.
“Tidak gampang bercerita mengenai jalan hidup saya sehingga menjadi imam. Kakak saya yang nomor dua sudah menjadi seorang imam rahib, sementara kakak-kakak yang lain, saat itu sedang mengikuti pendidikan calon imam,” kenangnya. “Sebagai anak kelas enam SD, saya mengatakan eksplisit kepada orang tua, biarlah kakak-kakak mengambil jalan menjadi pastor, saya tidak!
Semasa kanak-kanak Suharyo bercita-cita menjadi seorang polisi. Namun, Suharyo mengakui, setiap keluarganya berkumpul dalam doa malam, orang tuanya senantiasa menaikkan permohonan agar ada anak-anaknya yang nanti menjadi pastor, suster atau bruder. Bagi keluarga Katolik Jawa, di era 1950-1960-an, menjadi pastor merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan.
Suatu hari dalam pelayanan misa di desanya, Pastor yang melayani ibadah bertanya, ”Apakah kamu berminat masuk seminari?” Suharyo menjawab bersedia. Jawaban yang berlawanan dengan pernyataannya kepada orang tua. Tak lama kemudian, Suharyo mengikuti tes masuk pendidikan menengah calon imam (seminari) di Mertoyudan, Yogyakarta. “Bayangkan saya saat itu masih berusia 11 tahun, tentu belum mengerti tentang pilihan jalan hidup,” terangnya.
Suharyo tidak banyak bertanya dan belajar taat menjalani pilihannya tersebut. Ikrar pertama untuk menjalani pilihan sebagai imam dinyatakan Suharyo di kelas empat seminari. Sejak saat itu, Suharyo tidak pernah mempertanyakan lagi pilihan hidup yang telah dia ambil, hingga tiba masa penahbisan imam. Jalan pikiran Suharyo sederhana, selagi ia tidak dikeluarkan di tengah-tengah proses pendidikan, berarti Tuhan memang menetapkan dirinya untuk menjadi imam.
Ignatius Suharyo ditahbiskan menjadi imam dioses Keuskupan Agung Semarang pada 26 Januari 1976. Pelayanan di paroki ternyata tidak genap satu tahun dijalaninya. “Sekitar sembilan bulan setelah melayani paroki, saya diutus untuk studi lanjut ke Roma. Sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya,” kata Suharyo. “Saya tidak pernah membayangkan untuk menjadi seorang guru atau dosen.” Namun penugasan Kardinal Darmojuwono (alm.) dijalaninya dengan taat.
Sepulangnya dari Roma, Suharyo kembali ke almamaternya, Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma dan menjalani tugas sebagai pengajar Kitab Suci. Tugas tersebut dijalaninya selama tujuh belas tahun lamanya. Suharyo sempat berpikir, menjadi dosen merupakan ujung dari perjalanan karya pelayanannya. Namun rencana Tuhan seringkali lain dari pikiran manusia.
Pada 1997, Suharyo ditunjuk menjadi Uskup Agung Semarang. Penunjukan tersebut di luar perkiraannya. “Tidak pernah ada orang yang bercita-cita menjadi seorang uskup,” katanya. Ia merasa dirinya tidak memiliki kesiapan apa pun. Pekerjaan sebagai dosen “hanyalah” mengajar, sementara uskup memiliki tugas yang begitu luas, mulai dari mengurus umat hingga aset gereja.
Meskipun merasa tidak siap, Suharyo tetap setia menjalankan panggilan. Pada saat itulah Suharyo memilih motto hidup sebagai uskup, ”Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati.” Dalam hati Suharyo tertanam pidato perpisahan Paulus kepada para penatua di Efesus di dalam Kisah Para Rasul 20:19, di mana sang rasul mengungkapkan pernyataan panggilannya, ”Serviens Domino Cum Omni Humilitate” atau “Aku melayani Tuhan dengan segala rendah hati”. Semboyan tersebut dijadikan visi hidupnya dalam menjalani tugas panggilan pelayanan.
Sesudah dua belas tahun di Semarang, ia tidak pernah menyangka suatu ketika masih akan berpindah sebagai Uskup di Keuskupan Agung Jakarta. “Ketika ditugaskan menuju Jakarta, banyak teman seangkatan yang sudah memasuki usia pensiun. Saya sendiri sudah memasuki usia 60 tahun. Jarang sekali seorang uskup dipindahkan ke tempat yang lain,” katanya. “Namun, para imam seperti kami tidak bisa memilih jalan lain kecuali taat pada tugas dan panggilan,” lanjutnya.
Modal utama melayani Suharyo dari awal pelayanannya adalah keyakinan akan tuntunan Tuhan. Keyakinan tersebut dihayatinya sejak janji suci penahbisan imam. Ia selalu berusaha menjalankan setiap tugas sebaik mungkin. Banyak rekannya menyatakan Suharyo adalah sosok tekun dan pekerja keras.
“Ketika saya menjalani panggilan sebagai dosen, saya sadar bukan seorang yang pandai bicara. Maka, setiap mempersiapkan materi kuliah, saya melakukan persiapan mati-matian dan memerlukan waktu berhari-hari. Semua saya lakukan agar saya bisa menjalankan tugas mengajar dengan baik,” katanya.
Ketika pada 1997 dipercaya menjadi Uskup di Keuskupan Agung Semarang, Suharyo belajar untuk mendengarkan apa masukan dari rekan sekerja dan umat. “Pada masa itu, di Semarang ada sekitar 80 paroki yang saya kunjungi satu demi satu. Saya mendengarkan umat berbicara dan berdiskusi dengan mereka,” katanya. Setelah merangkum semua masukan umat, Suharyo mengajak umat merumuskan ide-ide tersebut dalam aksi.
Pada 26 Januari 2006, Suharyo pindah pelayanan ke Jakarta. Suharyo, yang meskipun mengaku tidak begitu mengenal Kota Jakarta, belajar menjalani panggilannya. Menurutnya, gereja Katolik sudah memiliki struktur yang baku, pemimpin hanya tinggal mengembangkan pelayanan sesuai struktur tersebut.
Sebagai seorang penggemar sepak bola, Suharyo memandang pelayanan keumatan bagaikan bermain olah raga tersebut. Dalam menjalankan pelayanan, umat dan para imam cukup bermain sesuai aturan yang berlaku. Hasil akhir bergantung pada kemampuan para pemain dan cara bermainnya. Tidak jarang dibutuhkan improvisasi dalam permainan, namun menurut Suharyo harus tetap sesuai dengan aturan dan hukum gereja yang ada, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.
Bagi Mgr. Suharyo, Alkitab pada dasarnya berbicara tentang dua hal. Mengenai siapakah Allah, siapakah manusia, dan relasi antara keduanya. Bagaimana baiknya cara umat membaca Kitab Suci? Banyak orang memandang Alkitab penuh dengan hal-hal yang membingungkan dan tak jarang saling bertolak belakang. Menanggapi kesulitan umat, Suharyo mencoba memandu melalui tulisannya dalam buku kecil “Paham-Paham Dasar Tentang Kitab Suci” yang menjelaskan bagaimana umat mesti memandang Kitab Suci dan tulisan di dalamnya.
Firman Tuhan sekaligus juga merupakan anugerah, yang isinya tidak dapat dipahami hanya dengan akal pikiran manusia. Karena itu, cara yang paling pas menurut Suharyo, sebelum membaca Kitab Suci umat perlu berdoa, mohon tuntuntan dan pertolongan Roh Kudus.
Terkait harapannya mengenai peran umat Katolik, Kardinal Ignatius Suharyo menyatakan, muara keyakinan yang dirinya bangun dan ajarkan kepada jemaat terangkum dalam Lukas 6:36, ”Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”
Melalui ayat ini, Kardinal Suharyo mengajak umat membentuk dirinya menjadi umat Tuhan yang beriman, bersaudara, dan berbela rasa. Jika umat merasa diri sungguh beriman maka ia harus membangun persaudaraan di dalam komunitasnya dan juga di tengah orang-orang di sekitarnya. Termasuk dengan mereka yang berbeda keyakinan. Umat mesti berbela rasa dengan sesama agar komunitasnya dapat tetap hidup dan bertumbuh.
Sebagai seorang Kardinal dari negeri yang mayoritas beragama muslim, Kardinal Suharyo senantiasa terkagum-kagum dengan Dasar Negara kita, Pancasila. Dirinya memandang, Pancasila harus menjadi panutan dalam setiap karya pastoral. Sejak empat lima tahun lalu ketika isu intoleransi, rasisme, hoaks, dan sebagainya muncul, ia selalu mendorong gereja-gereja lokal khususnya Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) untuk mengambil sikap cinta tanah air. Spiritualitas cinta tanah air ini dituangkan dalam Arah Dasar Pastoral KAJ, “Mengamalkan Pancasila”. “Saya berharap Pancasila dapat menginspirasi iman umat Katolik dalam mengembangkan rasa cinta tanah air,” tegasnya.
Dengan demikian umat Katolik sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia mesti bekerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik untuk mewujudkan masyarakat yang makin bermartabat, adil dan sejahtera bersama. Seperti nyata dalam semboyan yang pernah digaungkan pahlawan kemerdekaan kita, Mgr. Soegijapranata, ”100 % Katolik, 100 % Indonesia.”
©️ 2021 Lembaga Alkitab Indonesia
______________________
Jumat, 29 Oktober 2021
BELAJAR BERSAMA TOKOH KATOLIK
BELAJAR BERSAMA TOKOH KATOLIK
1. MARY RIANA (https://www.youtube.com/watch?v=ybaJfSsX62c)
Cerita Merry Riana Rasakan Kehadiran Tuhan Saat Di Singapura - Daniel Tetangga Kamu
Anak Tuhan, orang sukses
Oranng sukses, anak Tuhan
2. Daniel Mananta ((https://www.youtube.com/watch?v=ybaJfSsX62c)
3. Susi Susanti (https://www.youtube.com/watch?v=9GKKrZQR3Y8)
Senin, 25 Oktober 2021
DEVOSI KEPADA MARIA
DEVOASI KEPADA MARIA
Dalam Gereja Katolik, Maria mendapat tempat yang sangat khas karena sering diperngiati dan dirayakan dalam perayaan iman. Dalam setahun Gereja Katolik menyiapkan 2 bulan khusus untuk Maria, yakni Bulan Mei dan Bulan Oktober. Mei dikenang sebagai bulan Maria. Mengapa? Tentu Gereja memoliki alasan.
Lalu Bulan Oktober dijadikan bulan Rosario. Mengapa? Karena sejarah mencatat bahwa Pasukan Katolik bisa memenangai Perang Salib melawan pasukan Islam dalam perang di Eropa berkat peran Bubda Maria melalui Doa Rosario yang didaraskan negara-negara Katolik di Eropa saat meletusnya perang Salib saat itu. Pada Tahun ....... terjadi Perang anatara Pasukan Katolik melawan Islam. Pimpinan Gereja Katolik memminta...... dar Spanyol untuk memimpin perang melwan pasukan Islam yang menginvasi Eropa. Dalam pertempuran di Lepanto (?) pasukan Islam berhasil dipukul mundur. Saat perang terjadi, orang-orang Katolik diajak untuk mendaraskan doa Rosario selama perang berlangsung. Alhasil Pasukan Islam berhasil dikalahkan dan mundur dari Eropa. Atas dasar itu Paus menetapkan Bulan Oktober sebagai Bulan Rosario,
JPS, 26 Oktober 2021
Mengapa kita bercevosi kepada Bunda Maria?
Gelar Bunda Maria
1. 𝗠𝗔𝗥𝗜𝗔 𝗥𝗔𝗧𝗨 𝗦𝗨𝗥𝗚𝗔
Senin, 21 Juni 2021
TRINITAS
TRINITAS
Trinitas
Allah itu satu hakekadnya tetapi terdiri dari 3 pribadi, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Bapa: Pencipta langit dan bumi (Mat 11:25) = (mirip) dengan "Dia (Sang Sabda = Yesus) sudah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya (Yoh 1: 10).
Dia (Yesus) akan dinamai Imanuel yang berarti Allah menyertai kita (Matius 1: 23) mirip dengan penghibur yang lain yaitu Roh Kudus yang menyertai kamu selama-lamanya (Yoh 14:16; 26).
Aku keluar dan datang dari Bapa (Yoh 8:42)
"Roh Tuhan ada pada-Ku 1 , o oleh sebab Ia telah mengurapi Aku 2 , untuk menyampaikan kabar baik p kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku.
(Luk4:18)
(JPS, 15 Juni 2022)
__
MEMBUAT TANDA SALIB ✝️
Pak Wily, Pak Herman, dan Pak Teddy duduk dan mau makan bersama.
Sebagai orang Katolik yang taat, mereka pun berdoa. Ketiganya membuat tanda salib.
Pak Wily mengucapkan,
Atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus
Pak Herman mengucapkan,
Demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus
Pak Teddy mengucapkan,
Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus
Pertanyaannya, teks doa siapa yang benar?
Pak Willy bilang, Bapak saya guru mengajari saya, pakai
Atas nama.....
Pak Herman bilang,
Bapak saya anggota Dewan Paroki, mengajari saya,
Demi nama.....
Pak Teddy bilang, Bapak saya Prodiakon mengajari saya,
Dalam nama...
Dalam sebuah pertemuan, Pak Goris Keraf yang Profesor Bahasa Indonesia dan dulu dosen di Universitas Indonesia membedakan arti kata :
Atas dan Demi
Atas berarti mewakili seseorang.
Misalnya, atas nama bupati.
Demi, digunakan dalam sebuah sumpah.
Juga Pater Niko Hayon yang Doktor Liturgi dan dulu Dosen Liturgi menjelaskan kata "dalam" saat kita membuat tanda salib. Artinya:
Masuk dan bersatu dengan kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Membuat tanda salib bukan untuk mewakili Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Maka hindari penggunaan kata Atas.
Membuat tanda salib, bukan juga untuk bersumpah. Hindari penggunaan kata Demi
Maka yang benar adalah : "
Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus."
Ketika membuat tanda salib, kita menyatakan iman kita kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
Hidup kita bersifat Trinitaris.
Hidup dalam cinta Tritunggal.
Hidup dalam cinta Bapa yang mencipta, hidup dalam cinta Putera yang menebus dan hidup dalam cinta Roh Kudus yang menghidupkan.
Dalam Injil Yesus berkata:
Baptislah mereka Dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.
Bukan baptislah mereka atas nama atau demi nama.
Hari minggu kemarin 12 Juni 2022 ,
Kita merayakan pesta Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
Peran Tritunggal dalam hidup kita, sudah kita rayakan dalam tiga pesta gerejani.
Ketika merayakan Pesta Natal, kita merayakan Cinta Bapa yang mengutus Puteranya ke dunia untuk menyelamatkan manusia.
Ketika merayakan Pekan Suci dan Paskah, kita merayakan cinta Putera yang menderita lalu bangkit untuk menyelamatkan manusia.
Minggu lalu kita merayakan Pentakosta.
Kita merayakan cinta Roh Kudus yang menghidupi dan menyelamatkan manusia.
Mari kita satukan, kita merayakan cinta Bapa, cinta Putera dan cinta Roh kudus.
Selamat merayakan Hari Raya Tritunggal Maha Kudus!
"UNA SUBSTANTIA, TRES PERSONAE"
(Satu hakekat, tiga pribadi)
Berkah Dalem Gusti.🙏
Sumber: WAG _ Keluarga Manggarai Harapam Indah
https://web.whatsapp.com/
______
Ajaran Trinitas dalam Kitab Suci:
Dalam Injil Markus
Markus 1: 9 - 11.
Dalam peristiwa Pembaptisan Yesus ini ada konsep Trintinitas via k3hadiran 3 pribadi, yakni Yesus sebagai Allah Putra, Roh seperti burung merpati dan Bapa via suara dari Sorga : "Engkaulah Anak-Ku n yang Kukasihi 6 , kepada-Mulah Aku berkenan.
1:9 Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret k di tanah Galilea, dan Ia dibaptis 4 di sungai Yordan oleh Yohanes. l 1:10 Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati m turun ke atas-Nya 5 . 1:11 Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku n yang Kukasihi 6 , kepada-Mulah Aku berkenan. o "
Dalam Injil Lukas
Luk 3: 21: 22
Dalam peristiwa Pembaptisan Yesus, ada 3 pribadi, yakini Yesus, Roh Kudus dan Bapa via suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku i yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. j "
3:21 Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, g terbukalah langit 3:22 dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya 3 . h Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku i yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. j "
Dalam Injil Matius
Mat 3:13-17. Nas ini berbicara tentang Pembaptisan Yesus di sungai Yordan. Di situ ada Yesus, Roh Allah (Kudus) dan suara dari langit yang diyakini sebagai Bapa. Jadi dalam peristiwa pembaptisan itu ada tiga pibadi, yakni Bapa ( via suara: "Inilah Anak-Ku t yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan" ; lalu ada Roh Allah (Kudus) dan Allah Putra (Yesus).
Dalam Injil Yohanes:
Yoh 20:21-21
| Yoh 20:21 | Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." |
| Yoh 20:22 | Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus. |
JPS, 28 , 29 April 2022
https://www.youtube.com/watch?v=FjlCXsDILFs&t=211s
KULIAH UMUM "ALLAH TRITUNGGAL" Oleh MGR. PROF. ADRIANUS SUNARKO O.F.M Kamis 30 April 2020
TUHAN itu ESA, bagaimana dengan TRINITAS?
https://web.whatsapp.com
https://www.youtube.com/watch?v=1I9FeAwUrU4/
Pendeta Gilbert Lumoindong membahas tentang memahami Tritunggal dengan mudah
HOSANA (Ibrani) = Please help me = Tolong bantu saya
https://www.youtube.com/watch?v=epO2F4HvJXQ
ALLAH TRITUNGGAL ~ ALLAH ANAK | STEPHEN TONG
_________________________________________________________________
Begini Penjelasan Konsep Tritunggal - Bpk. Bambang Noorsena
https://www.youtube.com/watch?v=5f1zbJGEwQo&t=614s
_______________
Maksud Tritunggal-Bambang Noorsena
https://www.youtube.com/watch?v=zDgVc2jjXV0
____________________
TAUHID TRINITAS _ BAMBANG NOORSENA
https://www.youtube.com/watch?v=Uic0LWjw3Gg
__________________________
TANTANGAN MEMAHAMI
ALLAH TRITUNGGAL
By: Dimas Anugrah
dalam “ Yesus dan Celana Kolor”
Allah Tritunggal. Kita sering mendengar
istilah tersebut dalam perjalanan iman kita. Lazim kita dengar pula, Allah yang
Esa tetapi yang menyatakan diri dalam tiga Pribadi itu merupakan salah satu
doktrin Kristen yang paling sukar dipahami dalam iman Kristen. Pengertian
seperti ini memang tampak sulit diterima oleh akal, tetapi doktrin Allah
Tritunggal adalah kebenaran yang dinyatakan dalam Kitab Suci dan tidak dapat
dihindari oleh umat. Doktrin ini merupakan kebenaran yang melampaui rasio
manusia, atau bersifat suprarasional, bukan irasional. Doktrin Tritunggal
merupakan kebenaran yang melampaui rasio manusia, atau bersifat suprarasional,
bukan irasional. Meski istilah “Tritunggal” sendiri tidak pernah muncul dalam
seluruh Alkitab, tetapi secara keseluruhan isi Kitab Suci menunjukkan kepada
kita sebuah konsep yang jelas mengenai Allah yang memiliki tiga Pribadi (lihat
Kejadian 1:26; Matius 3:16:17-18; 28:19; Yohanes 14:16-17, 28; Roma 8:11; 2
Korintus 13:13; 1 Timotius 1:1-2; 1 Petrus 1:1-2; 1 Yohanes 5:7-8). Doktrin ini
tidak berasal dari mitologi Yunani-Romawi, seperti yang dituduhkan pihak
tertentu. Mereka yang menuduh demikian pada umumnya menggugat konsep dwinatur
Yesus Kristus—Allah seutuhnya dan manusia seutuhnya—dengan menyatakan konsep
ini dinilai mirip dengan mitologi kuno. Namun, jika ditelaah lebih detail,
perbedaan antara ajaran Kristen dan mitologi kuno cukup banyak, salah satunya
adalah monoteisme versus politeisme. Seperti yang dikatakan C.S. Lewis,
kemiripan yang ada juga tidak selalu membuktikan keterkaitan antara ajaran
Kristen dan mitologi kuno. Beberapa Tantangan dan Jawabannya Sepanjang sejarah
gereja telah muncul berbagai ajaran menyimpang yang berkaitan dengan doktrin
Allah Tritunggal, dan secara umum terdapat dua pandangan yang menggugat doktrin
ini. Yang satu menganggap Allah Tritunggal sebagai tiga Allah; yang lain
menganggap Allah hanya satu, tetapi bisa hadir dalam tiga keadaan yang berbeda.
Bahkan, beberapa pihak menganggap orang-orang Kristen mempercayai tiga Tuhan,
yang terdiri dari Allah, Yesus, dan Maria (tentu pandangan ini keliru, sebab
Kitab Suci dengan gamblang menekankan keesaan Allah, dan tidak A 48 pernah
menempatkan Bunda Maria sebagai Tuhan). Alkitab memperkenalkan Allah sebagai
Allah yang Esa, seperti tertulis dalam Ulangan 6:4, “TUHAN itu Allah kita,
TUHAN itu esa.” Pengertian ini menunjukkan bahwa iman Kristen tidak mengimani
politeisme, atau kepercayaan yang mengakui dan menyembah banyak dewa. Terlebih,
kekristenan juga bertumbuh dalam konteks religius Yahudi yang monoteistik.
Namun, doktrin Tritunggal bukan penolakan atau revisi terhadap monoteisme,
melainkan penjelasan yang lebih lengkap, bahwa Allah yang Esa itu menyatakan diri
sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Dalam upaya menjelaskan Allah Tritunggal,
untuk menerangkan bagaimana sesuatu yang satu itu tiga dan sebaliknya, biasanya
dikembangkan analogi-analogi yang menggunakan unsur atau materi duniawi di
sekitar kita. Konon, Santo Patrick di Irlandia pada masa silam menggunakan daun
semanggi (shamrock) berhelai tiga untuk melukiskan Tritunggal. Sejumlah analogi
lain yang populer menggunakan unsur-unsur telur, air, bahkan manusia. Namun,
analogi-analogi itu pun memiliki keterbatasan untuk memahami seutuhnya hakikat
Allah Tritunggal. Hingga kini, tiada analogi yang dapat dipakai secara memadai
untuk menjelaskan konsep Tritunggal, karena memang doktrin Tritunggal itu unik
dan terkait dengan hakikat Allah Pencipta Alam Semesta, tidak mungkin ada
analogi yang dapat menjelaskan seluruh wahyu Alkitab tentang Allah Tritunggal.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa banyak hal dalam ciptaan tampak
mencerminkan Allah Tritunggal. Sebagai contoh, kejamakan dan ketunggalan
manusia selaras dengan Tritunggal (Kejadian 1:26-27; bdk. 2:24). Itu juga
tercermin dari keragaman dan kesatuan jemaat, di mana kebinekaan karunia rohani
bagi tubuh Kristus menunjukkan bahwa berbagai pelayanan berasal dari satu Tuhan
(1 Korintus 12:7-11), dan beragam karunia rohani berasal dari Roh Kudus,
termasuk berbagai pekerjaan ajaib berasal dari Bapa (1 Korintus 11:4-6).
Sebagaimana karunia rohani tidak bisa dipisahkan dari pelayanan dan karya Allah
yang ajaib, demikian pula antar-Pribadi dalam Tritunggal tidak terpisahkan.
Karena doktrin Tritunggal itu unik dan terkait dengan hakikat Allah, tidak
mungkin ada analogi yang dapat menjelaskan seluruh wahyu Alkitab tentang Allah
Tritunggal. Tantangan lainnya, seperti yang sempat disebutkan di atas, adalah
pandangan yang keliru tentang Allah Tritunggal, yaitu “Tritunggal yang dipahami
sebagai keesaan pribadi.” Ada yang beranggapan bahwa Bapa adalah Putra dan
Putra adalah Roh Kudus. Yang membedakan hanyalah 49
waktu dan tugas. Dalam Perjanjian
Lama yang bekerja adalah Bapa, sedangkan dalam Perjanjian Baru yang bekerja
adalah Putra dan Roh Kudus. Lantas, Bapa menjadi Yesus untuk karya keselamatan,
dan Yesus adalah Roh Kudus yang turun dari sorga. Pandangan ini keliru. Sejak
abad pertama pandangan semacam ini sudah ditentang oleh Bapa-bapa gereja.
Sebab, yang tunggal bukanlah pribadi Allah, melainkan hakikat-Nya. Perbedaan
antar-Pribadi terlihat jelas pada saat Pribadi-pribadi itu berkomunikasi atau
terlibat dalam relasi. Di sisi lain, mungkin tidak sedikit orang Kristen yang
beranggapan penciptaan hanya berkaitan dengan Bapa, karya penebusan hanya
berkaitan dengan Putra, dan pengudusan hanya berkaitan dengan Roh Kudus. Ajaran
ini melihat karya masing-masing Pribadi dalam Allah Tritunggal itu memiliki
tugas sendiri yang terpisah dari lainnya. Konsep ini tidak tepat. Sebab, baik
Bapa, Putra, maupun Roh Kudus terlibat dalam penciptaan (Kejadian 1:1-2; Mazmur
104:30; Yohanes 1:3). Begitu pula dengan karya penebusan: Bapa memilih umat-Nya
(Efesus 1:5-6) dan mengutus Putra-Nya (1 Yohanes 4:10); Sang Putra
menyelesaikan karya penebusan (Yohanes 19:30); Roh Kudus menerapkan dan
memeteraikan penebusan itu dalam hati umat pilihan (Roma 5:5). Tantangan
lainnya adalah tuduhan bahwa “doktrin Allah Tritunggal baru dirumuskan pada
abad ke-4 Masehi dan merupakan produk politis.” Tuduhan tersebut menyatakan,
sejak Kaisar Romawi bernama Konstantinus menganut iman Kristen, gereja
melakukan konsili-konsili untuk menciptakan doktrin-doktrin baru. Salah satunya
adalah doktrin Tritunggal. Tuduhan semacam ini tidak berdasar. Sebab, istilah
“Tritunggal” sendiri sudah muncul dan didiskusikan sejak abad ke-2 Masehi oleh
Bapa Gereja Tertulianus. Bapa-bapa Gereja dari abad ke-2 dan ke-3 beberapa kali
menegaskan doktrin ini. Semua dilakukan sejak umat Kristen di wilayah
Kekaisaran Romawi masih dianiaya. Jadi, yang sesungguhnya terjadi adalah
konsili-konsili gereja pada abad ke-4 Masehi hanya mengukuhkan apa yang sudah
diimani umat selama beberapa abad sebelumnya oleh mayoritas gereja. Pengukuhan
ini dilakukan untuk menyolidkan pemahaman iman gereja yang tengah diserang
berbagai aliran bidat di sekitar kekristenan. Pada akhirnya, kita mengetahui
posisi doktrin Tritunggal begitu sentral dalam iman Kristen. Sejak gereja
lahir, umat mengimani Allah sebagai persekutuan Tiga yang Sempurna, dan
ketiganya adalah Esa. Doktrin Allah Tritunggal menempatkan kekristenan secara
unik di antara agama-agama lain. Iman Kristen memang dilandaskan pada
kepercayaan kepada Allah Tritunggal dan inkarnasi 50 Putra Allah. Tanpa mengakui
keduanya, maka pemahaman iman Kristen kita belum solid dan memadai. Meski kita
tidak dapat memahami secara sempurna hakikat Allah Tritunggal, kita tetap
diundang untuk mengimani Allah yang luar biasa itu. Realitas ini membuat kita
makin yakin bahwa Allah memang tidak terbatas, seperti yang diungkapkan Rasul
Paulus, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh
tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan
sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” (Roma 11:33).
___________________________________________
Selasa, 15 Juni 2021
SEJARAH GEREJA KATOLIK INDONESIA
SEJARAH GEREJA KATOLIK INDONESIA
KEUSKUPAN SURABAYA
https://www.keuskupansurabaya.org/page/ardas-sejarah-59enw/
___________________________________________________________________________
1. KEUSKUPAN SEMARANG
Sejarah Keuskupan Agung Semarang
Semboyan Gold, Glory, Gospel ternyata berdampak bagi karya misi Gereja. Para misionaris pun membonceng kapal Portugis dan Spanyol untuk melayani para awak kapal sekaligus membuka peluang karya misi di tempat baru. Tak luput di wilayag Semarang. Pertama kali, dua imam Dominikan (OP) yakni Manuel de St. Maria OP dan Pedro de St. Joseph OP mendapat sebidang tanah dari sultan Mataram untuk melayani umat Katolik yakni para pedagang Portugis di Jepara tahun 1640. Akan tetapi, karya misi sempat dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai dampak persaingan kartel dagang VOC dengan negara-negara Eropa lainnya.

7 Agustus 1806, Raja Louis/ Lodewijk Napoleon mendeklarasikan kebebasan beragama di wilayah Hindia Belanda setelah dua abad. Tak selang lama, datanglah dua misionaris diosesan dari Belanda yakni Jacobus Nelissen dan Lambertus Prinsen. Mereka berdua tiba di Batavia tanggal 4 April 1808. Sepekan kemudian, tanggal 10 April 1808 mereka menyelenggarakan Ekaristi publik pertama yang menjadi tonggak bersejarah karya Gereja Katolik di Indonesia. Situasi penuh berkat ini disambut baik oleh Tahta Suci, atas persetujuan dari Louis Napoleon, tanggal 8 Mei 1807, Paus Pius VII mendirikan Prefektur Apostolik bagi Hindia Belanda dan menunjuk Pater Jacobus Nelissen menjadi Prefektur Apostolik Batavia dengan dua stasi yakni Semarang dan Surabaya. Pater Lambertus Prinsen, mulai menetap di Semarang tanggal 27 Desember 1808.

Selama kurang lebih 50 tahun, Prefektur Apostolik Batavia dilayani maksimal 31 imam misionaris diosesan. Hal ini dikarenakan adanya batasan pelayan pastoral di wilayah Hindia Belanda. Ditambah lagi, terdapat minimnya imam diosesan Belanda. Salah satu jalan keluar, Mgr. Vranken mendatangkan para Jesuit dari Belanda ke Indonesia. Tahun 1842, Prefektur Apostolik Batavia dinaikkan menjadi Vikariat yang membawahi 8 stasi; Batavia, Semarang, Ambarawa, Yogyakarta, Surabaya, Larantuka, Maumere dan Padang. Dari tahun 1859-1898 tercatatlah 107 Jesuit (89 imam dan 18 bruder) menjalani karya misi di Hindia Belanda.

Tanggal 23 Mei 1893, Pater Walterus Staal –saat itu menjabat sebagai Pastor di Singkawang- ditunjuk Propaganda Fide mengemban tanggung jawab sebagai Vikaris Apostolik Batavia. Ditandailah penyerahan Misi Indonesia oleh Serikat Jesus. Tak bisa dipungkir bahwa tantangan karya misi adalah soal bahasa, sumber daya manusia dan relasi antara para misionaris dengan pemerintah Hindia Belanda kala itu. Akan tetapi, kendala tak menghambat para misionaris untuk menyemaikan Kabar Gembira di tanah Jawa. Sejarah mencatat kiprah para misonaris seperti L. Prinssen (Semarang, 1808), C.J.H Frassen (Ambarawa, 1859), J.B Palinckx, SJ (Yogyakarta1865), Voogel, SJ (Magelang, 1889), van Lith, SJ (Muntilan, 1889).
Saking luasnya wilayah Vikariat Apostolik Batavia, Proganda Fide perlu membagi wilayah misi Gerejani. Dengan Dekrit 22 Desember 1902, didirikanlah Prefektur Alostolik New Guinea yang dipercayakan kepada Misonares du Sacre Coeur de Jesus (MSC). Disusul Dekrit 11 Februari 1905 untuk mendirikan Prefektur Nederland-Borneo dan 30 Juli 1911 untuk wilayah Prefektur Sumatera. Keduanya diserahkan kepada Kapusin Belanda. Selanjutnya, Dekrit 16 September 1913 dan tanggal 23 Juli 1914 menyatakan pembentukan Prefektur Sunda Kecil. Adapun yang diminta untuk mengurus misi ini adalah tarekat Societas Verbi Divini (SVD). Tak ketinggalan di wilayah Sulawesi, tanggal 19 November 1919, Propaganda Fide menunjuk MSC untuk menjalankan reksa pastoral wilayah tersebut.

Untuk mengoptimalkan karya misi di Jawa, para Jesuit meminta Propaganda Fide memberikan kepada Ordo atau Kongregasi yang siap berkarya di Vikariat Apostolik Batavia. Usul tersebut diterima. Pulau Jawa terbagi dalam beberapa prefektur sepertu Malang (OCarm), Surabaya (CM), Bandung (OSC), Purwokerto (MSC), Sukabumi (OFM). Dengan demikian Misi Jesuit dapat terpusat di Batavia, Jawa Tengah dan Jogjakarta. Mereka pun tidak hanya melayani para Katolik-Belanda melainjan juga membuka pelayanan misi kepada orang-orang pribumi. Tak heran bila misi Jesuit di Jawa dapat dikatakan berhasil.
Misi Jesuit pertama kepada orang Jawa diemban oleh Gulielmus Hellings dan Ludovicus Hebrans (1896). Akan tetapi, dua tahun sebelumnya, Pater Julius Keijzer telah mulai mengajarkan iman Katolik di daerah Lamper (Semarang) dan Bedono. Para misionaris ini dibantu oleh Mattheus Teffer dan Johannes Vreede. Mereka berdua ialah awam yang telah menguasai bahasa Jawa. Misi Jesuit di Jawa berawal dari jalur pendidikan. Mereka mendirikan sekolah di daerah Lamper dan Mlaten. Sejurus kemudian, Pater Julius Keijer mengirim surat kepada Superior Misi untuk memperkuat karya pelayanan di Jawa. Maka diutuslah Pater van Lith, Pater Hoevenaars, dan Pater Engbers.
Pada awalnya, Pater van Lith dan Hoevenaars bertugas bersama-sama di Kedu, tepatnya Muntilan dan Mungkid. Sedangkan Pater Engbers diberi tugas di Flores –baru setelah dua tahun, ia kembali ke Jawa dan menjadi Superior Misi tahun 1904-. Akan tetapi, setelah melihat bakat dan talenta para misionaris, Pater Hoevenaars dipindahtugaskan di Semarang untuk mengurus sekolah calon katekis yang didirakan oleh Pater Hebrans. Para misionaris ini berdinamika dengan metode misi melalui jalur pendidikan dan kesehatan untuk masuk ke hati umat Jawa.
Tidak dinyana, saat Pater van Lith mengalami kegelisahan rohani, empat orang penatua daerah Kalibawang meminta untuk dipermandikan di Muntilan tanggal 20 Mei 1904. Salah satunya ialah Bapak Barnabas Sarikrama. Mereka berempat ternyata merupakan katekis-katekis pribumi yang handal. Tujuh bulan setelah peristiwa pembaptisan itu, 171 penduduk Kalibawang meminta untuk dipermandikan. Bulan Desember 1904 di Sendang Sono, menjadi pematik sejarah karya misi Jawa terlebih untuk Keuskupan Agung Semarang kemudian.

Tahta Suci nampaknya sangat serius dalam menindaklanjuti usulan Mgr. Petrus Johannes Willekens, SJ yang saat itu menjabat sebagai Vikariat Apostolik Batavia. Karena jumlah Umat yang kian hari semakin bertambah, dirasa sudah waktunya Semarang menjadi sebuah Provinsi Gerejani. Melalui Konstitusi Apostolik Vetus de Batavia, Paus Pius XII mendirikan Vikariat Apostolik Semarang tanggal 25 Juni 1940. Semarang yang merupakan stasi mengalami lompatan menjadi Vikariat Apostolik tanpa melaui “Prefektur Apostolik”. Kemudian, diangkatlah Rama Albertus Soegijapranata, SJ, seorang imam pribumi, menjadi Vikaris Apostolik. Beliaulah gembala pertama, Keuskupan Agung Semarang.