Senin, 19 Maret 2018

Stephen Hawking Mencari ‘Tuhan’


Stephen Hawking Mencari ‘Tuhan’

https://x.detik.com/detail/intermeso/20180316/Stephen-Hawking-Mencari-Tuhan/index.php

Foto: dok. Getty Images
Sabtu, 17 Maret 2018
Jika ada fisikawan yang popularitasnya bisa menandingi Albert Einstein dan Isaac Newton, dia barangkali adalah Stephen William Hawking. Buku yang ditulisnya, A Brief History of Time, yang menjelaskan rupa-rupa masalah fisika yang kompleks, terjual laris manis seperti novel fiksi.
Maka tak aneh, ketika Hawking datang menjadi pembicara di California Institute of Technology (Caltech) beberapa tahun lalu, mahasiswa dan para fisikawan antre mengular sangat panjang demi mendapatkan kursi dalam acara itu, nyaris tak ada beda dengan antrean pembeli iPhone seri terbaru.
Acara digelar malam hari, tapi sejak pagi orang sudah datang dan antre. Dua jam sebelum acara, panjang antrean itu sudah beberapa ratus meter. Bahkan ada beberapa calo yang menawarkan kursi seharga US$ 1.000 untuk acara tersebut. Ruangan acara itu menampung 1.000 undangan.
Hawking memulai pidatonya dengan mengutip mitos penciptaan alam semesta dari Afrika, dan langsung melontarkan pertanyaan besar. “Mengapa kita ada di sini?” tanya Hawking seperti dikutip Guardian. Menurut Hawking, orang-orang masih mencari solusi ilahiah untuk 'melawan' solusi fisika. “Jika orang percaya bahwa ada awal mula semesta, apa yang Tuhan lakukan sebelum tercipta alam semesta? Apakah mempersiapkan neraka bagi mereka yang melontarkan pertanyaan seperti itu?”

Stephen Hawking berpidato dalam pembukaan London Paralimpik pada Agustus 2012.
Foto: dok. Getty Images
Dengan panjang-lebar, Hawking memaparkan pelbagai debat sepanjang sejarah dan rupa-rupa teori fisika soal penciptaan alam semesta, mulai teori Steady State yang dilontarkan Fred Hoyle dan Thomas Gold puluhan tahun silam. Menurut Hoyle, tak ada permulaan, juga tak ada akhir, bagi alam semesta. Dunia tercipta secara spontan. Tapi, menurut Hawking, teori Hoyle ini keliru.
Hawking memaparkan, teori relativitas umum tak cukup untuk menjelaskan proses kelahiran alam semesta. Teori relativitas bisa menjelaskan lebih baik asal-muasal alam semesta jika dikombinasikan dengan teori kuantum.
Bersama fisikawan Roger Penrose, Hawking membuktikan bahwa alam semesta tak bisa kembali setelah mengalami kontraksi. Dan waktu dimulai pada momen singularitas yang hanya terjadi sekali. Menurut model Hawking, umur alam semesta ini sekitar 13,8 miliar tahun.
Stephen Hawking menutup pidatonya dengan memaparkan teori M yang dilontarkan fisikawan dari Caltech, Richard Feynman. Menurut dia, teori Feyman inilah satu-satunya teori yang bisa menjelaskan teori-teori Hawking secara gamblang. Feyman mengatakan alam semesta tercipta dalam pelbagai kondisi.
“Karena ada hukum, di antaranya hukum gravitasi, alam semesta bisa tercipta dari ruang kosong, nothing,” kata Hawking. Namun ada sejumlah pertanyaan yang belum terpecahkan dari model Hawking. Menurut dia, penemuan boson Higgs akan semakin melengkapi lubang-lubang dalam model penciptaan alam semesta. Misteri lain yang belum terjawab adalah soal keberadaan dark energy dan dark matter.
Walaupun Hawking meyakini bahwa Dentuman Besar alias Big Bang yang mengawali alam semesta bisa terjadi tanpa campur tangan Tuhan, menurut Alex Filipenko, astrofisikawan dari University of California, Berkeley, bukan berarti Tuhan tak ada. “Aku pikir, kita tak bisa menggunakan sains untuk membuktikan keberadaan Tuhan.”

Stephen Hawking dan Paus Yohanes Paulus I.
Foto: dok. Casina Pio IV via Twitter
Lebih dari dua dekade lalu, Paus Yohanes Paulus II menyampaikan pesan di depan majelis Akademi Kepausan untuk Ilmu Pengetahuan (Pontifical Academy of Science). Umat Katolik, Paus yakin akan dapat menikmati manfaat dari dialog penuh kepercayaan antara gereja dan dunia sains.
Sains dan kitab suci, menurut Paus, kadang memang tampak seperti bertolak belakang. “Tapi, jika hal itu terjadi, pasti ada jalan keluarnya. Sebab, kebenaran tak akan bertentangan dengan kebenaran,” kata Paus Yohanes. Dia memberi contoh kasus Galileo. “Penemuan Galileo soal cara kerja sistem tata surya telah mengilhami gereja mencari interpretasi baru atas kata-kata itu.”
Selama berabad-abad, hubungan antara otoritas agama dan sains memang mengalami pasang-surut. Sains kadang dipandang dengan penuh curiga sebagai suatu ‘ancaman’ bagi doktrin agama. Paus Yohanes, yang bertakhta di Vatikan sejak 1978 hingga 2005, berusaha merekatkan hubungan gereja dengan komunitas ilmuwan.
Hukum itu mungkin saja diciptakan oleh Tuhan, tapi Tuhan tak campur tangan untuk mempengaruhi kerja hukum sains itu.”
Stephen W Hawking (1942-2018)

Stephen Hawking di Beijing, China, pada Juni 2006.
Foto: dok. Getty Images
Pada ulang tahun Akademi Kepausan ke-50 pada 1986, Paus Yohanes menyampaikan khotbah bahwa tak ada kontradiksi antara sains dan agama. “Sains dapat memurnikan agama dari kesalahan dan takhayul, sementara agama dapat memurnikan sains dari kemusyrikan,” ujar Paus Yohanes pada kesempatan lain. Pada masa Paus Yohanes inilah, pada 1986, Stephen Hawking diangkat sebagai anggota Akademi Kepausan. Sepuluh tahun sebelumnya, Akademi Kepausan memberikan penghargaan Medali Pius XI kepada Hawking.
Pada 14 Maret lalu, fisikawan paling kondang di dunia setelah Albert Einstein dan Isaac Newton itu berpulang. Di akun Twitter resminya, Akademi Kepausan menulis, “We are deeply saddened about the passing of our remarkable Academician Stephen #Hawking who was so faithful to our Academy.” Hingga meninggal, Hawking masih menjadi anggota Akademi Kepausan. Padahal Hawking bukanlah seorang Katolik, bukan pula orang yang religius.
Tiga puluh tahun silam, Hawking menerbitkan bukunya yang sangat kondang, A Brief History of Time: From the Big Bang to Black Hole. Meski Hawking sudah menyetip hampir semua persamaan matematika dalam bukunya, sebenarnya tak gampang untuk memahami buku fisika populer ini. Namun tetap saja, buku ini laris manis bak novel cinta-cintaan. Sampai sekarang, buku ini sudah terjual lebih dari 10 juta eksemplar.

Stephen Hawking dan Paus Yohanes Paulus II.
Foto: dok. Casina Pio IV via Twitter
Dalam bukunya itu, Hawking tak tegas menyatakan sikapnya soal Tuhan. Seandainya manusia bisa memahami bagaimana alam semesta tercipta, bagaimana mekanisme kerja semesta, dia menulis, mungkin manusia bisa membaca ‘pikiran’ Tuhan. Saat bertamu ke Vatikan untuk menghadiri pertemuan anggota Akademi Kepausan pada 2008, Hawking masih menyebut peran Tuhan. “Aku percaya, alam semesta diatur oleh hukum-hukum sains…. Hukum itu mungkin saja diciptakan oleh Tuhan, tapi Tuhan tak campur tangan untuk mempengaruhi kerja hukum sains itu,” ujar Hawking seperti dikutip Reuters.
Baru bertahun-tahun kemudian, lewat bukunya yang ditulis bersama Leonard Mlodinow, The Grand Design, sikap Hawking tentang Tuhan makin terang. Hukum-hukum fisika, Teori Relativitas dan Teori Mekanika Kuantum, menurut Hawking, sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana proses penciptaan alam semesta. Tak perlu ada keterlibatan Tuhan.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Spanyol, El Mundo, hampir empat tahun lalu, Hawking menegaskan sikapnya soal Tuhan. “Pada masa lalu, sebelum kita memahami sains, percaya bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta merupakan hal yang masuk akal. Tapi sekarang sains memberikan penjelasan yang lebih meyakinkan…. Aku seorang ateis,” Hawking menegaskan ‘agama’-nya kepada El Mundo.
Bagaimana seorang ateis seperti Hawking bisa menjadi anggota Akademi Kepausan? Akademi Kepausan memang tak menjadikan beragama Katolik sebagai syarat bagi anggotanya. Bahkan Presiden Akademi ini pernah dijabat oleh seorang Kristen Protestan: Werner Arber. Maka tak mengherankan jika ada seorang ateis seperti Hawking, ilmuwan muslim seperti Abdus Salam dan Ahmad Zewail, pernah jadi anggota Akademi Kepausan.

Redaktur/Editor: Sapto Pradityo





Pelapor Mengaku Dilecehkan Kardinal George Pell di Kolam Renang

Selasa 20 Maret 2018, 08:36 WIB

Pelapor Mengaku Dilecehkan Kardinal George Pell di Kolam Renang

Australia Plus ABC - detikNews

https://news.detik.com/australia-plus-abc/d-3925860/pelapor-mengaku-dilecehkan-kardinal-george-pell-di-kolam-renang
Pelapor Mengaku Dilecehkan Kardinal George Pell di Kolam Renang Kardinal George Pell saat meninggalkan gedung pengadilan Melbourne Magistrates Court pada Senin (19/3) kemarin. (ABC News: Karen Percy)
Melbourne - Salah seorang pelapor yang mengaku korban pelecehan seksual Kardinal George Pell mengatakan membuat pengakuan setelah menonton kasus terhadap tokoh Katolik paling senior Australia ini di TV.
Hal itu terungkap dalam persidangan pendahuluan (committal hearing) di pengadilan Melbourne Magistrate's Court.
Persidangan yang kini memasuki minggu ketiga tersebut akan menentukan apakah pria 76 tahun ini perlu diajukan ke pengadilan selanjutnya atau tidak.
Simon Acott, seorang pengacara yang didengar keterangannya dalam persidangan itu, mengatakan bahwa salah satu pelapor mengajukan tuduhan terhadap Kardinal Pell pada November 2016.
Acott dari firma hukum Waller Legal yang berbasis di Melbourne, mengatakan pelapor itu mengaku "dilecehkan" oleh Kardinal Pell di sebuah kolam renang di negara bagian Victoria.
Dalam persidangan disebutkan bahwa firma hukum Waller Legal mengkhususkan diri dalam tuntutan ganti rugi atas kasus pelecehan seksual oleh pemuka agama.
Disebutkan pula bahwa mereka kemudian mendiskusikan apakah pelapor ini bisa mengajukan ganti rugi atas pelecehan seksual yang dilakukan pastor lain ketika tuduhan terhadap Kardinal Pell diajukan.
"Banyak hal yang teringat kembali olehku saat saya melihat liputan TV tentang George Pell," ujar pria itu kepada Simon Acott.
Pengacara Kardinal Pell, Ruth Shann mendesak Acott apakah justru dia yang pertama kali menyebut nama Kardinal Pell atau apakah pria itu sendiri menyebutnya secara sukarela.
Acott menjawab hal itu "tidak diminta, itu bersifat sukarela".
Tapi Acott mengaku tak bisa mengingat bagaimana nama Kardinal Pell muncul dalam pertemuannya dengan pelapor yang mengaku korban tersebut.
Ruth Shann juga menanyakan apakah Acott sadar pimpinan firma hukumnya, Dr. Vivian Waller, secara terbuka pernah menyerang Kardinal Pell, termasuk di tahun 2014 mengajukan tuduhan yang kemudian tidak terbukti.
Jaksa Mark Gibson SC keberatan dengan pertanyaan Shann tersebut. Menurut dia, pernyataan Shann ini merupakan serangan terhadap kredibilitas Dr Waller.
Shann kemudian bertanya apakah Dr Waller "menyatakan antusiasmenya" untuk meneruskan tuduhan terhadap Kardinal Pell kepada polisi.
Acott menjelaskan bahwa Dr Vivian Waller meminta setiap pengaduan klien mengenai Kardinal Pell agar dirujuk ke dia secara langsung.
Kesaksian tentang kolam renangDalam persidangan kemarin, dua saksi lainnya yang biasa mengunjungi kolam renang di mana Kardinal Pell sering terlihat juga memberikan keterangan.
Salah satunya mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat Kardinal Pell melakukan sesuatu yang "tidak pantas" di sana.
Dia mengaku melihat sang kardinal bermain dengan anak-anak di kolam renang, melemparkan mereka ke udara dengan cara menggenggam kedua tangannya agar anak-anak itu bisa memijakkan kaki mereka.
Pengacara Shann bertanya kepada saksi ini, apakah Kardinal Pell yang memanggil bocah-bocah lelaki itu bermain atau mereka sendiri yang memulai permainan.
Saksi ini menjawab, dia tidak ingat Kardinal Pell pernah mengatakan "ayo ke sini" karena semua bocah itu memang "ingin bermain-main".
Saksi lainnya seorang wanita yang sering membawa putrinya ke kolam renang juga mengaku tidak pernah melihat Kardinal Pell bertindak tidak pantas di tempat itu.
Kardinal Pell datang ke persidangan kemarin didampingi pejabat gereja Katrina Lee.
Kardinal Pell yang kini merupakan pejabat Gereja Katolik di Vatikan telah membantah semua tuduhan yang diajukan terhadapnya.
Sidang pendahuluan yang dipimpin Hakim Belinda Wallington ini masih berlanjut.