Minggu, 30 November 2014

Paus Fransiskus Berdoa di Masjid


News / Internasional

Paus Fransiskus Berdoa di Masjid Biru Istanbul

Sabtu, 29 November 2014 | 21:43 WIB 
 http://internasional.kompas.com/read/2014/11/29/21435161/Paus.Fransiskus.Berdoa.di.Masjid.Biru.Istanbul?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news
bbc Paus Fransiskus saat berada di Masjid Biru, Istanbul, Sabtu (29/11/2014)

ISTANBUL, KOMPAS.com — Pemimpin umat Katolik, Paus Fransiskus, memanjatkan doa dengan tenang bersama ulama senior Turki di Masjid Biru (Blue Mosque) Istanbul, Sabtu (29/11/2014), sebagai pertanda terjalinnya hubungan yang harmonis antar-umat beragama.

Paus melepaskan sepatunya sebelum memasuki masjid tersebut, dan berdoa menghadap ke arah Mekkah yang merupakan kiblat bagi umat Muslim. Berdiri di samping Paus Fransiskus, ulama besar Turki, Mufti Rahmi Yaran. Vatikan menyebut momen ini sebagai "pujian dalam diam" kepada Tuhan.

Hal serupa juga pernah dilakukan oleh pendahulu Paus Fransiskus, yakni Paus Benediktus, pada 2006.

Momen berdoa itu disaksikan oleh ratusan orang, yang sebagian di antaranya adalah wisatawan. Setelah berdoa di Masjid Biru, Paus melanjutkan perjalanan ke Museum Aya Sofya yang terletak tidak jauh dari tempat tersebut.

Kehadiran Paus Fransiskus ke Istanbul mendapatkan sambutan yang cukup hangat. Sejumlah anak-anak sekolah dengan membawa bendera Turki dan Vatikan melambaikan tangan ke arah rombongan sambil meneriakkan, "Hidup Paus...."

"Bagaimanapun, kita harus menghormati orang lain meski berbeda agama dan kehadiran Paus, akan semakin mendorong kami untuk lebih saling menghormati umat lain," ujar Halil Ibrahim Cil (24), seorang karyawan rumah sakit di Istanbul. "Kami ingin menjalankan ajaran agama kami dalam perdamaian. Kami ingin semua orang memahami Islam, dan kami tidak butuh perang," lanjutnya.

Sementara itu, pada hari sebelumnya, Paus Fransiskus menyatakan bahwa kunci untuk menghentikan gerakan militan Islam adalah dengan melawan kemiskinan dan kelaparan, dan bukan dengan intervensi militer.

Masjid Biru Istanbul, yang dikenal dengan nama Masjid Sultanahmet, mulai dibuka pada 1616 dan menjadi lokasi yang paling terkenal di Turki. Nama Masjid Biru muncul karena banyaknya ornamen keramik Iznik warna biru yang berada di ruang utama masjid itu.


Editor : Bambang Priyo Jatmiko

 Sumber: Reuters








News / Internasional

Jumlah Umat Katolik di Amerika Latin Menipis

Kamis, 13 November 2014 | 15:05 WIB
ALEXANDER HASSENSTEIN / POOL / AFP Paus Fransiskus menyalami manajer Bayern Muenchen Pep Guardiola di Vatikan pada Rabu (23/10/2014).
WASHINGTON, KOMPAS.COM - Walau Paus Fransiskus yang kelahiran Argentina populer di Amerika Latin, jumlah orang dewasa di kawasan itu yang menyebut diri mereka Katolik merosot, kata sebuah penelitian yang diterbitkan hari Kamis (13/11/2014).

Dalam sebuah studi di 18 negara di Amerika Latin dan Karibia serta wilayah AS Puerto Rico, Pew Research Center mengatakan Gereja Katolik Roma kehilangan penganut karena beralih ke Protestan atau sama sekali meninggalkan agama.

Studi tersebut mengatakan, data historis menunjukkan, dari tahun 1900 sampai tahun 1960-an setidaknya 90 persen penduduk Amerika Latin bergama Katolik. Namun dewasa ini, hanya 69 persen orang dewasa yang disurvei yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Katolik, kata studi tersebut.

Amerika Latin memiliki lebih dari 425 juta umat Katolik. Jumlah itu hampir mencapai 40 persen dari populasi umat Katolik di dunia, kata lembaga itu. Namun jumlah orang yang beralih ke agama lain, terutama ke gereja-gereja Protestan, terus meningkat.

Berdasarkan laporan tersebut, 84 persen orang dewasa Amerika Latin saat ini mengatakan bahwa mereka dibesarkan secara Katolik. Jumlah itu 15 persen lebih banyak dari mereka yang masih menyebut dirinya sebagai orang Katolik.

Pada saat yang sama, keanggotaan gereja-gereja Protestan dan orang-orang yang mengatakan bahwa dirinya tidak berafiliasi dengan gereja manapun meningkat. Sembilan persen orang Amerika Latin mengatakan bahwa mereka dibesarkan sebagai Protestan, tetapi sekarang hampir satu dari lima orang menyebut diri mereka Protestan.

"Di hampir setiap negara yang disurvei, Gereja Katolik mengalami jumlah umat yang berkurang karena orang berpindah agama, saat banyak orang Amerika Latin bergabung dengan gereja-gereja Protestan evangelis atau sama sekali tidak mau terikat dengan agama," kata studi tersebut.

Terkait mengapa umat Katolik meninggalkan gereja, Pew mengatakan bahwa dari delapan jawaban yang tersedia dalam jajak pendapat itu, yang paling sering dipilih adalah bahwa orang-orang "sedang mencari koneksi yang lebih pribadi dengan Tuhan."

Studi tersebut mengatakan, secara umum orang Amerika Latin menyukai mantan Kardinal Argentina Jorge Mario Bergoglio, seorang Jesuit yang terpilih menjadi paus pada Maret 2013 dan memakai nama Fransiskus. Di negara asalnya, 91 persen dari mereka yang disurvei punya pandangan positif terhadap Paus. Namun dukungan itu tidak merata di seluruh kawasan itu.

"Di antara para mantan orang Katolik, relatif sedikit yang memberikan nilai positif buat Paus. Kebanyakan mengatakan, terlalu dini untuk menilai dia," kata studi tersebut. "Demikian pula, walau mayoritas umat Katolik di sebagian besar negara itu menggambarkan pemilihan Fransiskus mencermikan perubahan besar bagi Gereja Katolik, pandangan ini hanya diamini oleh sejumlah kecil para mantan orang Katolik itu," tambah studi tersebut.


Editor : Egidius Patnistik
Sumber: AFP



News / Internasional

Paus Fransiskus: Evolusi Itu Nyata dan Tuhan Bukan Penyihir

Rabu, 29 Oktober 2014 | 09:23 WIB
 http://internasional.kompas.com/read/2014/10/29/09234311/Paus.Fransiskus.Evolusi.Itu.Nyata.dan.Tuhan.Bukan.Penyihir?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news
Reuters Paus Fransiskus membaptis salah satu dari 32 bayi dalam sebuah misa di Kapal Sistine di Vatikan, Minggu (12/1/2014).
VATIKAN, KOMPAS.com  Paus Fransiskus melanjutkan kebiasaan provokatifnya dengan melontarkan pernyataan-pernyataan progresif ketika menyampaikan pidato kepada Pontifical Academy of Sciences, Selasa (28/10/2014). Paus tampaknya mendukung teori Big Bang dan mengatakan dalam pertemuan di Vatikan itu bahwa tidak ada kontradiksi antara percaya kepada Tuhan serta teori-teori ilmiah umum tentang ekspansi alam semesta kita.

"Saat kita membaca kisah penciptaan dalam kitab Kejadian, kita menghadapi risiko untuk membayangkan Tuhan sebagai seorang penyihir, yang dengan sebuah tongkat sihir mampu untuk melakukan segalanya. Namun, itu tidaklah demikian," kata Fransiskus. "Dia (Tuhan) menciptakan manusia dan membiarkan mereka berkembang sesuai dengan hukum internal yang Dia berikan kepada masing-masing orang sehingga mereka akan mencapai kepenuhannya."

Paus tidak menyinggung masalah pelik (setidaknya bagi sebagian orang Kristen) terkait apakah manusia berasal dari kera.

Kaum ateis berpendapat bahwa pemahaman tentang Big Bang dan apa yang muncul dari momen kosmik itu menyingkirkan kebutuhan untuk percaya pada sesuatu yang ilahi. Terkait hal itu, Fransiskus jelas tidak setuju. Dia mengulangi gagasan tentang Tuhan bukan "pesulap", suatu entitas yang menyihir semua menjadi ada.

"Tuhan bukan seorang dewa atau penyihir, tetapi Pencipta yang membuat segala sesuatu menjadi hidup," kata Fransiskus. "Evolusi di alam tidak bertentangan dengan gagasan penciptaan karena evolusi memerlukan penciptaan makhluk yang berevolusi."

Dengan kata lain, meminjam gagasan dari zaman Pencerahan, Tuhan lebih merupakan seorang pembuat jam ketimbang tukang sihir.

Pemikiran semacam itu bukan hal baru bagi Gereja Katolik, yang selama enam dekade, sejak reformasi Paus Pius XII, telah mendukung keyakinan akan evolusi yang teistik.

Sebuah artikel tahun 2006 di harian utama Vatikan juga menjauhkan Gereja Katolik dari gagasan tentang "teori desain yang cerdas", yang dikatakan tidak boleh diajarkan di sekolah-sekolah sebagai ilmu pengetahuan. Catholic News Service, yang merangkum artikel itu, menjelaskan apa yang membedakan pemikiran Vatikan dari pemahaman yang lebih sekuler tentang evolusi.

Apa yang gereja tegaskan adalah bahwa munculnya manusia mengandaikan suatu tindakan yang sengaja dari Tuhan, dan bahwa manusia tidak bisa hanya dilihat sebagai produk dari sebuah proses evolusi, kata artikel itu. Unsur spiritual manusia bukanlah sesuatu yang bisa dikembangkan dari seleksi alam, tetapi memerlukan suatu "lompatan ontologis".

Pendahulu Fransiskus yang lebih konservatif, yaitu Paus Benediktus XVI, menganut pandangan ini dan berpendapat bahwa perdebatan di kalangan orang Amerika antara kaum kreasionis dan mereka yang mendukung evolusi "tidak masuk akal". Pada tahun 2007, dia bertanya, mengapa "orang-orang yang percaya pada Sang Pencipta tidak mampu memahami evolusi, dan mereka yang mendukung evolusi harus menyingkirkan Tuhan?"

Pada hari Selasa itu, Paus Fransiskus juga menyampaikan sebuah ensiklik kecil tentang hak-hak orang miskin, ketidakadilan terkait pengangguran, dan perlunya perlindungan lingkungan. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak sedang berkhotbah tentang komunisme, tetapi tentang Injil. Dia mengatakan, orang miskin butuh tanah, atap di atas kepala mereka, dan pekerjaan. Dia menambahkan, dirinya tahu betul bahwa "jika saya membicarakan hal ini, beberapa orang akan berpikir bahwa Paus itu komunis".

"Mereka tidak mengerti bahwa kasih terhadap orang miskin merupakan pusat dari Injil," katanya. "Menuntut hal ini tidak luar biasa, ini merupakan ajaran sosial gereja."

Pernyataan Fransiskus kepada World Meeting of Popular Movements itu disampaikan dalam bahasa ibunya, yaitu bahasa Spanyol, setebal enam halaman, dengan spasi tunggal.

Fransiskus telah dicap marxis oleh sejumlah komentator konservatif AS terkait kritik kerasnya tentang ekses kapitalis, permintaannya bahwa pemerintah mesti mendistribusikan manfaat sosial kepada mereka yang membutuhkan, dan seruannya kepada gereja untuk menjadi "gereja miskin, bagi orang miskin".


Editor : Egidius Patnistik
Sumber: Washington Post, Sydney Morning Herald, AFP


News / Internasional

Para Arsitek Turki Desak Paus Fransiskus Tak Kunjungi Istana Erdogan

Rabu, 12 November 2014 | 23:12 WIB
 http://internasional.kompas.com/read/2014/11/12/23121621/Para.Arsitek.Turki.Desak.Paus.Fransiskus.Tak.Kunjungi.Istana.Erdogan.?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news
Telegraph Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berpose di salah satu sudut istana barunya di Ankara. Istana ini memiliki 1.000 kamar dan tiga kali lebih besar dari Istana Versailles, Perancis.
ANKARA, KOMPAS.com — Paus Fransiskus menghadapi dilema diplomatik saat akan berkunjung ke Turki untuk kali pertama, bulan ini. Dilema itu muncul ketika para arsitek Turki meminta Paus tidak mengunjungi istana presiden Turki yang baru.

Istana yang kini menjadi kediaman resmi Presiden Recep Tayyip Erdogan itu memiliki 1.000 kamar dengan luas keseluruhan mencapai 2 juta meter persegi atau tiga kali lebih luas dari Istana Versailles, Perancis. Istana Ak Saray atau Istana Putih ini dianggap sebagai istana terbesar di dunia untuk presiden.

Paus akan mengunjungi Ankara dan Istanbul dalam kunjungan kerja selama tiga hari, serta dijadwalkan akan membicarakan masalah ancaman ekstremisme Islam dan kekerasan yang dialami umat Kristen di Irak dan Suriah.

Paus direncanakan menjadi pemimpin pertama dunia yang akan mengunjungi istana baru Presiden Erdogan itu begitu tiba di Ankara pada 28 November mendatang.

Namun, Persatuan Arsitek Turki mendesak agar Paus tidak menginjakkan kaki di istana tersebut. Para arsitek Turki menilai, jika Paus hadir di tempat itu, maka dia akan melegitimasi sebuah pembangunan ilegal.

Presiden organisasi arsitek itu, Tezcan Karakus, bahkan sudah mengajukan permohonan untuk bertemu Paus Fransiskus dan membicarakan masalah ini.

Istana kepresidenan megah itu, yang lebih besar dari Kremlin dan Istana Buckingham, dibangun dengan biaya 384 juta poundsterling atau hampir Rp 7,5 triliun. Biaya pembangunan istana itu lebih besar dua kali lipat dibanding perkiraan awal.

Sebagian warga Turki mengecam pembangunan istana itu sebagai sebuah pemborosan dan simbol pemerintahan autokratis Presiden Recep Tayyip Erdogan.

"Bagi sebagian besar warga Turki, pembangunan istana itu adalah simbol dari keserakahan dan ambisi meraih sebuah kekuasaan absolut," kata Yaviz Baydar, seorang bloger, kepada harian La Repubblica.

"Paus sangat memahami nilai-nilai kerendahan hati, kesederhanaan dan kesetaraan sebagai penganjur nilai-nilai Fransiscan. Sangat menarik, apakah Paus memutuskan untuk mengunjungi istana itu atau tidak," tambah Baydar.

Paus Fransiskus akan menjadi paus keempat yang berkunjung ke Turki setelah Paus Paulus VI, Paus Yohanes Paulus II, dan Paus Benediktus XVI.

Kunjungan ke Turki ini menjadi perjalanan luar negeri keenam Paus Fransiskus setelah Brasil, Timur Tengah, Korea Selatan, dan Albania serta mengunjungi Parlemen Eropa di Strasbourg pada 25 November mendatang.


Editor : Ervan Hardoko
Sumber: The Telegraph

Sabtu, 15 November 2014

PATER WASER,SVD

News / Internasional

Ikut Bangun Masjid di Flores, Pastur Swiss Perkuat Persaudaraan Warga

Jumat, 14 November 2014 | 21:36 WIB 
 https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2998058624424870159#editor/target=post;postID=5261159695209603063
IST Pastor Ernst Wasser.
BERN, KOMPAS.com - Ada yang tak biasa dalam misa minggu pagi di gereja Katolik Stans, Nidwalden, Swiss Tengah, Minggu (9/11/2014). Di antara doa dalam bahasa Jerman  yang dipanjatkan pastur David dan Martin Chen, mengalun secara bergantian lagu-lagu rohani berbahasa Indonesia.

"Memang misa kali ini ada hubungannya dengan Indonesia,“ ujar Albert Nampara, pastur asal Flores yang juga ikut dalam misa ini.

Semua tak lepas dari sosok  Ernst Waser. Pastur kelahiran Oberdorf, Stans ini,  memang sedang dirayakan kehadirannya oleh para umat, khususnya  Waser Freundeskreis, kawan seperjuangan Ernst Waser.

"Jasa jasanya sangat besar untuk Indonesia, khususnya bagi masyarakat Flores,“ tutur Gogi Soegiarto, salah satu anggota komunitas Kristiani Indonesia di  Swiss.

Thomas Mueller,  mantan pekerja LSM yang pernah bertemu beberapa kali dengan Ernst Waser di Kupang, NTT, mengungkapkan hal senada. "Banyak yang dilakukannya untuk rakyat Flores. Dia memperbaiki sistem pengairan, jalan raya, hingga sekolah SMU,“ kenang  Thomas,

Stans, meski ibu kota provinsi, jangan dibayangkan segemerlap Bandung, Jakarta atau Semarang. Kota ini tak jauh lebih ramai ketimbang Depok. Di kelilingi lahan hijau pertanian, Stans merupakan salah satu kota paling indah di Swiss.

Di sebuah peternakan kelas menengah di kota inilah Ersnt Waser dilahirkan 85 tahun lalu. Namun, tak banyak catatan kehidupan sang pastor yang diketahui publik. "Pak Ernst orang pendiam, lebih suka bekerja ketimbang berbicara,“ tutur Martin Chen, pastur yang akan meneruskan cita-cita Ernst Waser.

Menginjak usia 20 tahun, Ernst memutuskan menjadi pastur dan melanjutkan kuliah teologi di Bonn, Jerman. Tahun 1954, Ernst resmi  ditasbihkan sebagai pastur.

Seperti umumnya misionaris, Ernst sangat ingin menjalankan misinya di negara berkembang. Sayang, keinginannya melihat dunia luar, selalu ditolak atasannya.  Sambil menunggu kesempatan menjadi misionaris di luar negeri, Ernst bekerja sebagai guru di SMU Merienburg, Saint Gallen, Swiss Timur.

Di waktu luangnya Pastur Ernst menambah wawasannya dengan melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Zurich.

Pergi ke Flores

Akhirnya kesempatan menjadi misionaris datang ketika berkenalan dengan seorang uskup dari Ruteng, Flores.  Pada 1978, berangkatlah Ernst Waser ke Flores, tepatnya di Wangkung.  Jalan desa yang semula terlalu menanjak, kata Thomas, dibuat Ernst menjadi landai dan berliku.

"Kalau tidak demikian, akan cepat rusak,“ kata Thomas.

Anak-anak yatim piatu di Wangkung dan sekitarnya, juga diajak untuk bergabung di asrama yang didirikannya. "Ada bengkel, ada juga pelatihan untuk menjadi perawat,“ lanjut Thomas. 

Sementara sekolah swasta yang dibangunnya, dari tingkat SD sampai SMU, masih kata Thomas, mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia. "Orang mungkin gampang bikin sekolah, tapi Ernst membangunnya sekaligus mendapatkan pengakuan pemerintah,“ kata Thomas.

Hubungannya tak hanya terpaku dengan masyarakat Kristiani. Hubungan Ernst dengan umat Muslim juga sangat baik. Dia bahkan sempat membangun sebuah masjid untuk masyarakat muslim di Flores.

Atas jasanya, masyarakat Muslim setempat, menghadiahi Ernst sebidang tanah. "Pastor Ernsh orangnya memang terbuka, menolong baginya tidak ada batasan agama,“ imbuh Albert Nampara.

Meskipun Swiss terbilang negara kaya, makmur dan rapi, Ernst Waser memilih tidak kembali ke kota kelahirannya.  Dia bertekad mengabdikan hidupnya untuk masyarakat Wangkung, Flores, sampai akhir hayatnya. "Nggak akan mau kembali ke Swiss, kalau mati pun ingin dikubur di sana,“ kata Albert Nampara.

Bagi warga Stans, kepergian Ernst ke Indonesia, disyukuri sekaligus disesali. Walter, salah satu umat yang mengikuti misa khusus itu, mengaku bangga ada warga kotanya yang berjasa bagi sekelompok warga di negara lain.

"Kalau memang dia memilih mengabdikan hidupnya di Indonesia, dan ingin mentap disana, kami akan selalu berdoa yang terbaik untuknya,“ imbuh Walter. (Krisna Diantha)